Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Isu Perpanjangan Masa Jabatan Presiden dan Wacana Rasa Orde Baru

Kompas.com - 16/03/2022, 07:03 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Di tengah masa pandemi Covid-19, kancah politik Indonesia menghangat akibat muncul wacana penundaan pemilu 2024.

Wacana penundaan pemilu 2024 pertama kali diutarakan oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar. Muhaimin mengklaim saat ini rakyat Indonesia masih membutuhkan sosok Jokowi dan mengklaim mempunyai big data tentang dukungan masyarakat terkait hal itu.

Wacana itu pun didukung oleh dua ketua umum partai politik pendukung pemerintah, yaitu Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan dan Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Keduanya beralasan penundaan pemilu patut dipertimbangkan demi momentum perbaikan perekonomian di masa pandemi Covid-19 dan hanya menyampaikan aspirasi dari kelompok pengusaha.

Sedangkan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim juga mempunyai big data yang memperlihatkan dukungan rakyat untuk penundaan pemilu. Namun, baik Muhaimin dan Luhut sampai saat ini tidak membuka big data yang mereka maksud terkait wacana itu.

Baca juga: Ramai-ramai Tolak Wacana Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden...

Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sebagai bagian dari koalisi pemerintah menyatakan mereka menolak wacana penundaan pemilu. Namun, mereka mendukung usulan perubahan masa jabatan presiden menjadi 3 periode dengan alasan klaim bahwa rakyat masih menghendaki Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memimpin. Selain itu, PSI menilai sampai saat ini belum ada sosok yang mampu menggantikan Jokowi. 

Isu itu juga muncul tidak lama sebelum proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, dimulai.

Berbagai alasan yang dikemukakan untuk meloloskan wacana penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden mirip dengan yang terjadi di era Orde Baru. Ketika Presiden Soeharto sudah menjabat hampir 30 tahun kelompok pro pemerintah tetap mendukungnya melanjutkan kepemimpinan.

Akan tetapi, situasi di masa Orde Baru bertolak belakang dari masa kini. Jika saat ini muncul wacana perpanjangan masa jabatan presiden atau penundaan pemilu, pada era Orde Baru kelompok masyarakat sipil justru berjuang untuk membatasi masa jabatan presiden karena pengalaman sejarah kepemimpinan yang buruk di masa itu.

Baca juga: Jokowi Dulu Bilang Isu Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Tampar Mukanya, Kini Sebut Itu Bagian Demokrasi

Ketika menjabat, Presiden Soeharto menerapkan program Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Dengan alasan demi pembangunan yang berkesinambungan, Golongan Karya yang ketika masa Orde Baru menjadi partai politik utama pendukung pemerintah dan fraksi ABRI di legislatif (saat itu masih menerapkan konsep dwifungsi militer) tetap mendukung kepemimpinan Soeharto.

Alasan mereka mempertahankan Soeharto ketika itu karena dinilai sudah melakukan pembangunan fisik serta sejumlah proyek strategis. Sehingga menurut kelompok pro pemerintah kepemimpinan Soeharto layak dilanjutkan sejak dilantik Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada 1968.

Aspirasi untuk membatasi masa jabatan presiden sudah muncul sejak akhir 1980-an. Sebab sebelum dilakukan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 setelah Reformasi 1998, seorang presiden bisa dipilih kembali oleh DPR tanpa ditentukan masa jabatannya.

Baca juga: Isu Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden, Siapa Berkepentingan?

Faktor lain yang membuat wacana pembatasan masa jabatan presiden muncul saat itu karena pelaksanaan pemilihan umum di masa Orde Baru dimanipulasi dengan berbagai cara supaya Soeharto tetap memimpin. Caranya adalah mempertahankan kemenangan dan posisi Golkar sebagai mesin politiknya.

Selain itu, meski pembangunan fisik berjalan di masa kepemimpinan Soeharto, tetapi praktik korupsi di kalangan birokrat di era Orde Baru semakin meluas.

Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Sudomo sebagai tangan kanan Soeharto langsung menanggapi berbagai pendapat tentang pembatasan masa jabatan presiden. Menurut dia Presiden Soeharto tidak menginginkan menjabat sebagai presiden seumur hidup.

"Presiden tidak menghendaki jabatan seumur hidup. Jadi kalau memang dikehendaki berhenti, Pak Harto akan berhenti. Pak Harto kan orang yang paling mentaati konstitusi," ujar Sudomo seperti dikutip dari Kompas edisi 27 Mei 1990.

Baca juga: Pusako: Jokowi Harus Tegas Hentikan Isu Perpanjangan Masa Jabatan Presiden

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com