JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menilai, keadaan darurat tidak serta-merta dapat dijadikan alasan untuk menunda Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dan memperpanjang masa jabatan presiden dan wakil presiden.
Wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden-wakil presiden telah dilontarkan sejumlah ketua umum partai politik. Pencetus pertama yakni Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar yang berdalih bahwa usul itu dikemukakan demi pemulihan ekonomi yang terdampak pandemi Covid-19.
“Perlu dipahami bahwa setiap periode presiden dan wakil presiden memiliki tantangannya tersendiri dalam merealisasikan program-programnya, dan tentunya memiliki strategi masing-masing dalam menjalankan tantangan itu dalam periode waktu yang sudah ditentukan,” kata Agil Oktaryal, peneliti PSHK, dalam keterangan tertulis pada Selasa (15/3/2022).
Baca juga: Ilusi Klaim Big Data Luhut dan Cak Imin soal Masyarakat Inginkan Pemilu Ditunda...
“Oleh karena itu, dalam menghadapi tantangan menjalankan masa pemerintahan pada masa darurat kesehatan saat ini, seharusnya Presiden (Joko Widodo) beserta jajaran dan partai politik sebagai bagian dari fraksi di DPR mencari jalan keluar yang dapat dilaksanakan pada kurun waktu dua tahun ke depan sebelum periode berakhir, bukan justru lebih sibuk mewacanakan perpanjangan waktu periode pemerintahan,” lanjut Agil.
PSHK mendesak agar Presiden, Wakil Presiden, dan DPR untuk berfokus pada pekerjaan rumah yang belum selesai dalam waktu dua tahun ke depan sebelum pemilu dilaksanakan.
Pekerjaan rumah itu termasuk membawa Indonesia keluar dari darurat kesehatan akibat Covid-19, mempercepat pemulihan ekonomi, menyelesaikan persoalan perampasan tanah dan pelanggaran HAM lainya,
“Termasuk meningkatkan kerja legislasi DPR yang transparan, partisipatif, dan akuntabel,” ujar Agil.
PSHK menegaskan bahwa penundaan pemilu adalah pengkhianatan terhadap nilai demokrasi yang ada dalam konstitusi.
“Nilai-nilai konstitusionalisme justru bertujuan untuk membatasi kekuasaan, menjamin hak asasi manusia, dan mengatur struktur fundamental ketatanegaraan. Oleh karena itu, tidak tepat Konstitusi diubah hanya untuk menunda pelaksanaan Pemilu. Perpanjangan pemilu seolah menegaskan bahwa tujuan bernegara adalah demi kekuasaan, bukan sebesar-besarnya kepentingan rakyat,” ujar Agil.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.