Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengingat Cerita Supertasmar, Surat Bantahan Bung Karno terhadap Supersemar yang Tak Didengar

Kompas.com - 13/03/2022, 06:30 WIB
Elza Astari Retaduari

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Tonggak perpindahan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru ditandai dengan penerbitan Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) pada tahun 1966.

Supersemar diterbitkan Presiden Soekarno kepada Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat berpangkat letnan jenderal (Letjen).

Sejarah mengungkap, Supersemar dibuat Bung Karno atas permintaan Soeharto yang kala itu membutuhkan mandat untuk memulihkan stabilitas politik nasional usai Gerakan 30 September 1965 atau peristiwa G30S/PKI.

Dalam surat tersebut sebenarnya Bung Karno memberikan perintah kepada Soeharto untuk melakukan pengendalian keamanan, termasuk terhadap dirinya selaku presidendan keluarganya.

Baca juga: Kisah 3 Jenderal Suruhan Soeharto di Balik Terbitnya Supersemar

Isi Supersemar adalah sebagai berikut:

  1. Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya Revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS, demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi.
  2. Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan Lain dengan sebaik-baiknya.
  3. Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut paut dalam tugas dan tanggung jawabnya seperti tersebut di atas.

Namun isi surat tersebut diinterpretasikan lain oleh Soeharto. Presiden ke-2 Indonesia itu menganggap Supersemar sebagai penyerahan mandat kekuasaan dari Soekarno.

Sebab Soeharto menafsirkan "surat sakti" itu menjadi alat legitimasi suksesi kepemimpinan negara dari Bung Karno untuk dirinya.

Usai menerima Supersemar melalui perwakilan 3 jenderal suruhannya, Soeharto dengan serta-merta melalukan aksi beruntun.

Baca juga: Di Awal Kemerdekaan, Soekarno Izinkan Etnis Tionghoa Kibarkan Bendera Tiongkok Saat Hari Besar

Setelah mengantongi Supersemar, Soeharto mengambil sejumlah keputusan lewat Surat Keputusan (SK) Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Mandataris MPRS/PBR, yang isinya adalah:

  1. Pembubaran PKI beserta ormasnya dan menyatakannya sebagai partai terlarang
  2. Penangkapan 15 menteri pendukung Soekarno yang dituding terlibat atau mendukung G30S
  3. Pemurnian MPRS dan lembaga negara lainnya dari unsur PKI dan menempatkan peranan lembaga itu sesuai UUD 1945

Selain itu, Soeharto juga memulangkan anggota Tjakrabirawa (yang terdiri dari sekitar 4.000 anggota pasukan yang loyal kepada Presiden), dan mengontrol media massa di bawah Pusat Penerangan Angkatan Darat (Puspen AD).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Jokowi Jadi Tembok Tebal antara Prabowo-Megawati, Sekjen PDI-P: Arah Politik Partai Ranah Ketua Umum

Soal Jokowi Jadi Tembok Tebal antara Prabowo-Megawati, Sekjen PDI-P: Arah Politik Partai Ranah Ketua Umum

Nasional
TNI-Polri Bahas Penyalahgunaan Pelat Nomor Kendaraan yang Marak Terjadi Akhir-akhir Ini

TNI-Polri Bahas Penyalahgunaan Pelat Nomor Kendaraan yang Marak Terjadi Akhir-akhir Ini

Nasional
Andi Gani Ungkap Alasan Ditunjuk jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Andi Gani Ungkap Alasan Ditunjuk jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Nasional
PKB Siap Bikin Poros Tandingan Hadapi Ridwan Kamil di Pilkada Jabar

PKB Siap Bikin Poros Tandingan Hadapi Ridwan Kamil di Pilkada Jabar

Nasional
Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Nasional
Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Nasional
Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Nasional
PAN Persoalkan Selisih 2 Suara tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

PAN Persoalkan Selisih 2 Suara tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

Nasional
Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Nasional
KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

Nasional
Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Nasional
Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Nasional
Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Nasional
Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com