Salin Artikel

Mengingat Cerita Supertasmar, Surat Bantahan Bung Karno terhadap Supersemar yang Tak Didengar

Supersemar diterbitkan Presiden Soekarno kepada Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat berpangkat letnan jenderal (Letjen).

Sejarah mengungkap, Supersemar dibuat Bung Karno atas permintaan Soeharto yang kala itu membutuhkan mandat untuk memulihkan stabilitas politik nasional usai Gerakan 30 September 1965 atau peristiwa G30S/PKI.

Dalam surat tersebut sebenarnya Bung Karno memberikan perintah kepada Soeharto untuk melakukan pengendalian keamanan, termasuk terhadap dirinya selaku presidendan keluarganya.

Isi Supersemar adalah sebagai berikut:

  1. Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya Revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS, demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi.
  2. Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan Lain dengan sebaik-baiknya.
  3. Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut paut dalam tugas dan tanggung jawabnya seperti tersebut di atas.

Namun isi surat tersebut diinterpretasikan lain oleh Soeharto. Presiden ke-2 Indonesia itu menganggap Supersemar sebagai penyerahan mandat kekuasaan dari Soekarno.

Sebab Soeharto menafsirkan "surat sakti" itu menjadi alat legitimasi suksesi kepemimpinan negara dari Bung Karno untuk dirinya.

Usai menerima Supersemar melalui perwakilan 3 jenderal suruhannya, Soeharto dengan serta-merta melalukan aksi beruntun.

Setelah mengantongi Supersemar, Soeharto mengambil sejumlah keputusan lewat Surat Keputusan (SK) Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Mandataris MPRS/PBR, yang isinya adalah:

  1. Pembubaran PKI beserta ormasnya dan menyatakannya sebagai partai terlarang
  2. Penangkapan 15 menteri pendukung Soekarno yang dituding terlibat atau mendukung G30S
  3. Pemurnian MPRS dan lembaga negara lainnya dari unsur PKI dan menempatkan peranan lembaga itu sesuai UUD 1945

Selain itu, Soeharto juga memulangkan anggota Tjakrabirawa (yang terdiri dari sekitar 4.000 anggota pasukan yang loyal kepada Presiden), dan mengontrol media massa di bawah Pusat Penerangan Angkatan Darat (Puspen AD).


Soekarno marah dan keluarkan Supertasmar

Atas manuver Soeharto membubarkan PKI, Bung Karno marah dan meminta surat keputusan pembubaran PKI untuk segera dicabut. Namun Soeharto menolak.

Mengutip pemberitaan Kompas.com, Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam mengatakan Bung Karno melihat ada titik kekeliruan atas penafsiran dari Supersemar.

Supersemar pun banyak dinilai sebagai "alat kudeta" Soeharto terhadap Presiden Soekarno.

Asvi menyebut Bung Karno melalukan blunder terbesar melalui penulisan frasa "mengambil suatu tindakan yang dipandang perlu" dalam Supersemar.

Bagi militer yang membutuhkan ketegasan dalam perintah, kalimat itu pun lalu membuat Soekarno terpaksa menyerahkan tampuk kekuasaan kepada Soeharto selamanya.

"Itu adalah blunder dari Bung Karno, seorang sipil, yang memberikan perintah tidak jelas kepada militer," ucap Asvi di tahun 2016.

Soekarno disebut berusaha memperbaiki keadaan dengan membuat surat perintah baru yang menyatakan Supersemar tidak sah.

Surat tersebut dibuat pada 13 Maret 1966 yang dikenal dengan sebutan Supertasmar. Hari ini, Minggu (13/3/2022), tepat 56 tahun surat itu dibuat namun keberadaannya belum juga jelas.

Keberadaan Supertasmar sendiri terungkap dalam biografi AM Hanafi yang merupakan mantan Duta Besar di Kuba.

Dalam bukunya berjudul Menggugat Kudeta Jenderal Soeharto: Dari Gestapu ke Supersemar (1998), AM Hanafi menjelaskan Supertasmar dibuat Soekarno sebagai pengumuman bahwasanya Supersemar bersifat administratif/teknis, dan tidak politik.

Lewat Supertasmar, Soeharto diminta tidak melampaui wewenangnya dan memberi laporan ke presiden.

Soekarno lalu meminta Hanafi untuk menyebarkan Supertasmar agar bisa membantah Supersemar yang diinterpretasikan lain oleh Soeharto.

"Hanafi disuruh untuk menghubungi beberapa orang dan menyebarkan surat untuk membantah Supersemar. Tapi dia tidak punya jalur lagi," tutur Asvi.

Mendapat perintah dari Soekarno, Hanafi sempat menghubungi mantan Panglima Angkatan Udara Suryadharma.

Namun, Suryadharma mengaku tidak lagi punya saluran untuk menyebarkan surat perintah baru dari Presiden Soekarno itu.

"Pers pun tidak mau memberitakan," jelas Asvi.


Penegasan Soekarno dan bantahan Soeharto

Selain lewat Supertasmar, Soekarno sebenarnya juga sudah pernah menegaskan bahwa Supersemar bukan merupakan pemberian kekuasaan kepada Soeharto.

Penegasan itu ia sampaikan dalam pidato peringatan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus tahun 1966.

"Dikiranya SP 11 Maret itu suatu transfer of authority, padahal tidak," kata Soekarno dalam pidato berjudul Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah atau dikenal dengan sebutan "Jasmerah".

Dalam pidatonya itu, Soekarno juga menegaskan dikeluarkannya Supesemar tak lain sebagai perintah untuk menjaga stabilitas keamanan.

"Itu juga perintah pengamanan pribadi presiden, perintah pengamanan wibawa presiden, perintah pengamanan ajaran presiden, perintah pengamanan beberapa hal. Dan Jenderal Soeharto telah melaksanakan perintah itu dengan baik," ucap Bung Karno.

Meski begitu, kekuasaan Soeharto semakin besar di saat popularitas Bung Karno kian tergerus.

Pada 22 Juni 1966, Bung Karno menyampaikan pidato pertanggungjawaban di Sidang MPRS yang dikenal sebagai Nawaksara. Namun pidato itu ditolak MPRS dan Soekarno dianggap mengecewakan karena bersikeras tidak mau membubarkan PKI.

Pada akhirnya sang proklamator kemerdekaan melepas jabatannya sebagai presiden pada 7 Maret 1967.

Soeharto lalu ditunjuk sebagai penjabat presiden lewat Sidang MPRS, dan resmi menjabat sebagai presiden pada 27 Maret 1968.

Soal tuduhan melakukan kudeta, Soeharto pernah membantahnya.

Ia menyatakan Supersemar yang naskah aslinya hingga saat ini belum ditemukan itu, hanya digunakan untuk membubarkan PKI dan menegakkan kembali wibawa pemerintahan.

"Saya tidak pernah menganggap Surat Perintah 11 Maret sebagai tujuan untuk memperoleh kekuasaan mutlak. Surat Perintah 11 Maret juga bukan merupakan alat untuk mengadakan kup terselubung," ungkap Soeharto dikutip dari Harian Kompas, 11 Maret 1971.

https://nasional.kompas.com/read/2022/03/13/06300041/mengingat-cerita-supertasmar-surat-bantahan-bung-karno-terhadap-supersemar

Terkini Lainnya

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Nasional
Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Nasional
Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Nasional
Hasto: Di Tengah Panah 'Money Politic' dan 'Abuse of Power', PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Hasto: Di Tengah Panah "Money Politic" dan "Abuse of Power", PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Nasional
Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Nasional
Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Nasional
Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Nasional
Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke