JAKARTA, KOMPAS.com - Meski di awal kemerdekaan nuansa rasisme masih kental buntut peninggalan kolonial Belanda, Presiden Soekarno tetap menghargai ritual keagamaan dan budaya masyarakat Tionghoa.
Setidaknya ada 4 hari raya masyarakat Tionghoa yang diakui oleh pemerintahan Presiden Soekarno. Hal tersebut tertuang lewat aturan yang dikeluarkan Soekarno pada tahun 1946.
Dikutip dari Tribunnews, Soekarno mengeluarkan Penetapan Pemerintah Nomor 2/OEM-1946 tentang hari-hari raya umat beragama.
Dalam pasal 4 penetapan pemerintah itu, empat hari besar masyarakat Tionghoa yang ditetapkan sebagai hari raya adalah Tahun Baru Imlek, hari wafatnya Nabi Khonghucu (tanggal 18 bulan 2 Imlek), Ceng Beng (sembahyang kubur) dan hari lahirnya Khonghucu (tanggal 27 bulan 2 Imlek).
Baca juga: Mengenang Gus Dur sebagai Bapak Tionghoa Indonesia dalam Perayaan Imlek
Aturan yang dikeluarkan Soekarno menegaskan Hari Raya Tahun Baru Imlek Kongzili sebagai hari raya agama masyarakat etnis Tionghoa.
Melansir Harian Kompas yang terbit pada 8 Februari 2005, Presiden Soekarno juga mengizinkan perayaan tahun baru China oleh masyarakat Tiongkok.
Bahkan sang proklamator kemerdekaan mengeluarkan maklumat boleh mengibarkan bendera kebangsaan Tiongkok dalam setiap hari raya bangsa Tionghoa.
Soekarno pun pernah menjadikan tiga hari raya Tionghoa (Imlek, wafatnya Khonghucu, dan Ceng Beng) sebagai hari libur resmi.
Namun kondisi berubah setelah meletusnya peristiwa G30S. Rezim Orde Baru dengan Inpres No 14/1967 membuat Imlek terlarang dirayakan di depan publik. Pertunjukan barongsai, liang liong harus sembunyi, dan lagu Mandarin tidak boleh diputar di radio.
Baca juga: Mengingat Penetapan Imlek sebagai Hari Libur Nasional oleh Megawati
Selama 32 tahun Orba berkuasa, tidak pernah ada imlek yang meriah seperti tahun-tahun terakhir ini.
Masyarakat Tionghoa kembali bernafas lega usai Pemerintahan Presiden Soeharto jatuh. Sebab saat reformasi, perayaan Imlek kembali diperbolehkan setelah Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 tahun 2006 yang mencabut Inpres Soeharto.
Kebijakan Gus Dur kemudian dilengkapi oleh Keppres Nomor 19 Tahun 2002 di era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, yang tak lain adalah anak dari Soekarno. Lewat kebijakan Megawati itu, perayaan Imlek sejak tahun 2003 ditetapkan sebagai hari libur nasional.