Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Supersemar, Taman Mini, dan Murka Soeharto

Kompas.com - 11/03/2022, 06:08 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - 56 tahun teka-teki tentang keberadaan naskah asli Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) tak kunjung terpecahkan. Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) sampai saat ini menyimpan tiga versi naskah Supersemar, tapi belum ada satu pun yang terbukti asli.

Sampai saat ini, upaya menemukan naskah asli Supersemar terus dilakukan. Namun, tetap saja keberadaan dokumen yang menjadi salah satu bagian penting dari sejarah Indonesia itu tidak jelas.

Menurut sejarawan Asvi Warman Adam dalam artikel di surat kabar Kompas 11 Maret 2009, bagi Presiden Soekarno, surat itu adalah perintah pengendalian keamanan, termasuk keamanan Presiden dan keluarganya.

Namun, sebenarnya ia "kecolongan" dengan membubuhkan frasa "mengambil segala tindakan yang dianggap perlu" dalam surat tersebut. Padahal, perintah dalam militer harus tegas batas-batasnya, termasuk waktu pelaksanaannya.

Baca juga: Supersemar, Kestabilan Revolusi atau Alat Kudeta Terselubung?

Menurut Bung Karno, surat itu bukanlah transfer of authority. Brigjen Amir Machmud yang membawa surat itu dalam perjalanan dari Bogor ke Jakarta langsung berkesimpulan bahwa itu adalah pengalihan kekuasaan.

Dengan surat itu, Soeharto mengambil aksi beruntun pada Maret 1966, membubarkan PKI, menangkap 15 menteri pendukung Soekarno, memulangkan Tjakrabirawa (yang terdiri dari sekitar 4.000 anggota pasukan yang loyal kepada Presiden), dan mengontrol media massa di bawah Pusat Penerangan Angkatan Darat (Puspen AD). Tindakan Soeharto ini tidak lain mengakhiri dualisme kekuasaan yang telah terjadi pasca-Gerakan 30 September.

Murka Soeharto

Soeharto pernah murka dan kembali menyinggung soal peluang dia melakukan tindakan represif menggunakan Supersemar pada Januari 1972. Ketika itu kondisi di dalam negeri tengah memanas karena gelombang penolakan dan aksi demonstrasi menentang pembangunan proyek Taman Mini Indonesia Indah.

Ketika itu kalangan aktivis mahasiswa dan akademisi mengkritik keputusan pemerintah yang melaksanakan proyek Taman Mini Indonesia Indah. Sebab, situasi kemiskinan Indonesia ketika itu cukup tinggi, di tengah hasrat Soeharto yang selalu menggaungkan pembangunan fisik.

Selain itu, para aktivis dan akademisi menilai TNI tidak patut masuk ke ranah politik dengan alasan dwifungsi, dan semestinya menjadi prajurit yang profesional.

Soeharto merasa gelombang aksi demonstrasi menentang proyek yang diusulkan oleh sang istri Siti Hartinah atau Ibu Tien mulai mengusiknya. Bahkan tidak sedikit aktivis mahasiswa yang ditangkap ketika berdemo.

Saat berpidato dalam pembukaan Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) di Jakarta Selatan, Soeharto mengungkapkan amarahnya.

Baca juga: Kontroversi Supersemar, Kemarahan Soekarno hingga Manuver Soeharto

"Kalau ada ahli hukum yang mengatakan tidak ada landasan hukum untuk bertindak, buat saya demi kepentingan negara dan bangsa saya akan pergunakan Supersemar. Dan saya akan pertanggungjawabkan hal itu kepada rakyat dan Tuhan," kata Soeharto secara berapi-api.

Ketika itu Soeharto menuding ada pihak-pihak yang mempolitisasi proyek itu untuk memojokkan dia dan pemerintahan. Selain itu, Soeharto merasa momen itu digunakan untuk mencoba mendesak Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (kini Tentara Nasional Indonesia) untuk melepaskan peran dwifungsi dan menjadi prajurit profesional.

"Jangan coba-coba melakukan hal-hal yang tidak konstitusionil, sebab saya akan hantam siapa saja....dan pasti mendapat dukungan ABRI. Begitu pula kalau ada yang mencoba-coba memakai kedok 'demokrasi' yang berlebihan, sehingga mengganggu kestabilan, tidak akan saya biarkan," ujar Soeharto yang saat itu berpidato tanpa teks.

Baca juga: Naskah Asli Supersemar yang Masih Menjadi Misteri

Soeharto ketika itu mengeklaim proyek Taman Mini Indonesia Indah tidak mengganggu program pembangunan yang sudah dicanangkan.

"Saya sebagai penanggung jawab pembangunan menjamin tidak akan mengganggu pembangunan. Saya menjamin bahwa pendapatan uang negara tidak akan disedot dan proyek itu tidak akan mengganggu penerimaan negara," ujar Soeharto.

Sumber

Kompas edisi 7 Januari 1972: Presiden Beri Tanggapan Keras Atas Penggunaan Hak-hak Demokrasi Secara Berlebihan

Kompas edisi 11 Maret 2009: Mengurai Kontroversi Supersemar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

Nasional
Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Nasional
Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com