Namun perjalanan untuk Kedung Tarukan berubah tidak sebentar.
Di awal Ponpes Miftachus Sunnah berdiri, kebiasaan nakal bahkan masih dibawa oleh para santri yang biasa hidup di kawasan "Las Vegas Kedua".
Saat itu, santri terbiasa menyelundupkan senjata dan tawuran di ponpes.
Kiai Miftachul lantas mendidik tegas para santri agar bisa berubah. Maka ia menyebut upaya awal merintis Ponpes Miftachus Sunnah sebagai "benar-benar bibit dan babat".
Santri-santri yang nakal lantas dipulangkan oleh Kiai Miftachul.
Baca juga: Maruf Amin Mengundurkan Diri, Miftachul Akhyar Jadi Pejabat Rais Aam PBNU
Dengan ajaran disiplin tinggi Kiai Miftachul, para santri akhirnya mau hidup dengan cara baik.
Mereka kembali diterima setelah berjanji untuk mau menurut, mengaji, dan tidak lagi membawa senjata ataupun tawuran.
Hingga saat ini, pola disiplin di Ponpes Miftachus Sunnah masih terlaksana dengan baik.
Meski di kota besar, santri tetap mondok dan menjalani pendidikan diniyah. Santri-santri yang mondok akan meminta izin ketika keluar ponpes walau hanya dalam radius 50 meter.
Santri yang menjalani pendidikan di Ponpes Miftachus Sunnah harus menguasai ilmu pokok seperti fikih, hadis, tafsir, akidah, dan ilmu-ilmu penunjang adalah keharusan.
Ulama yang biasa disapa Kiai Miftach tersebut menyerahkan pendidikan santri putri kepada istrinya, Nyai Hj Chakimah.
Baca juga: Miftachul Akhyar Terpilih sebagai Ketua Umum MUI Periode 2020-2025
Meski menerapkan pendidikan diniyah, pendidikan sekolah umum tetap boleh diikuti bila santri berminat.
Bahkan Kiai Miftach sendiri yang akan menguji santri apabila hendak mengikuti ujian pendidikan tinggi seperti di ITS, IAIN, atau Universitas Airlangga.
Hal ini dilakukan agar santri yang dilepas benar-benar tidak mudah terpengaruh pergaulan yang tidak tepat dan membawanya ke pondok.
Kiai Miftach bertekad melahirkan alumni yang bisa diterima di masyarakat dan menjadi pemimpin/ulama.
Soal alumnus berprofesi sebagai apa, itu diserahkan kepada santri yang bersangkutan.