"Ada pergantian kepala lapas. Di situ lah intensitas kekerasan terjadi karena apa, karena memang terjadi pembersihan narkotika di sana," ujar Anam.
Dalam pembersihan itu, intensitas kekerasan menguat. Kunci sel pun dibiarkan ada di lapas untuk memudahkan penyisiran yang kabarnya dilakukan pagi, siang, hingga malam.
Selama kurun itu, ditemukan sedikitnya 2.888 pil sapi, 315 ponsel, dan 227 bunker yang diduga digunakan untuk memuluskan peredaran narkoba dari dalam lapas.
Namun demikian, tradisi kekerasan terhadap warga binaan ini rupanya terus berlangsung, setidaknya hingga kunjungan terakhir Komnas HAM pada November tahun lalu.
Komnas HAM menegaskan bahwa atas dalih apa pun, kekerasan dan perendahan martabat terhadap warga binaan tak dapat dibenarkan.
"Jangan dalam rangka mendisiplinkan narapidana, kemudian melakukan pemukulan. Pendisiplinan itu harus didukung pemahaman dia tentang hak asasi manusia. Jangan merendahkan martabat orang," ujar Ketua Komnas HAM, Taufan Damanik.
Baca juga: Komnas HAM: Pendisiplinan Warga Binaan Lapas Tak Jadi Pembenaran Mereka Boleh Disiksa
Ia menyampaikan, Indonesia sejak 1998 telah meratifikasi konvensi internasional antipenyiksaan, perendahan martabat manusia, dan penghukuman yang tidak manusiawi.
'"Dalam konvensi antipenyiksaan itu, jelas sekali ada banyak pasal yang sudah menjadi hukum nasional kita karena sudah diratifikasi Presiden Habibie," jelas Taufan.
"Ada kan teknik lain. Mereka (petugas lapas) kan ada kurikulum, ada sekolahnya. Mereka ada pendidikan khusus, training-training tambahan, gunakan dong keahlian itu, sehingga tidak terjadi pelanggaran hak asasi manusia," lanjutnya.
Meski demikian, Komnas HAM mengapresiasi keterbukaan Kementerian Hukum dan HAM sehingga mereka dapat leluasa menyelidiki kasus ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.