Paloh menuturkan, Partai Nasdem tidak ingin dianggap sebagai pengkhianat reformasi sehingga menolak wacana penundaan pemilu.
"Ketika ingin menempatkan kepentingan bangsa, maka kita akan menempatkan sesuai konstitusi. Nah, kalau konstitusinya berbicara seperti itu (dua periode), maka Nasdem akan berada paling depan (mematuhi aturan)," kata Paloh dalam siaran pers, Selasa (1/3/2022).
Baca juga: Menilik Lagi Alasan Presiden RI Cuma Bisa Menjabat 2 Periode
Adapun Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menilai wacana memundurkan pemilu merupakan pemikiran yang tak logis.
Menurut AHY, wacana itu telah melanggar konstitusi. Seharusnya, seluruh pimpinan di tingkat pusat hingga daerah patuh dengan masa jabatan yang telah ditentukan.
"Ada yang menyuarakan sebaiknya pemilu diundur waktunya, menurut saya itu pernyataan tidak logis, apa dasarnya?," kata AHY, Sabtu (26/2/2022).
Tak hanya kalangan partai, wacana penundaan pemilu juga ditolak koalisi masyarakat sipil. Mereka menggagas petisi "Tolak Penundaan Pemilu 2024".
Koalisi itu terdiri dari Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), Konstitusi Demokrasi (Kode) Inisiatif, dan Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT).
Kemudian, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Jaringan Demokrasi Indonesia (Jadi), dan Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas.
Baca juga: Membedah Untung Rugi Parpol yang Usung Wacana Penundaan Pemilu dan Presiden 3 Periode
Peneliti Kode Inisiatif Ihsan Maulana mengatakan, usulan penundaan Pemilu 2024 yang dilontarkan sejumlah elite politik bertentangan dengan konstitusi Indonesia.
Ihsan menegaskan, UUD 1945 telah membatasi kekuasaan presiden dan wakil presiden selama lima tahun untuk dua periode dan mengamanatkan penyelenggaraan pemilu tiap lima tahun sekali.
"Kesimpulannya, menunda Pemilu 2024 berarti melanggar hukum tertinggi negara RI," ujar Ihsan dalam keterangan pers, Kamis (3/3/2022).
Sementara, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, alasan ekonomi akibat pandemi Covid-19 untuk menunda pemilu bertentangan dengan praktik pemerintahan sebelumnya.
Pada 2020, pemerintah berkukuh menyelenggarakan pilkada serentak saat pandemi Covid-19 tengah memuncak. Padahal, saat itu banyak pihak mendesak pemerintah agar menunda pilkada.
"Keadaan ekonomi warga dan APBN/D dalam keadaan buruk karena terdampak Covid-19. Tapi, pemerintah dan DPR tetap melanjutkan Pilkada 2020. Semua itu menjelaskan bahwa penundaan Pemilu 2024 menyerta perpanjangan masa jabatan presiden melanggar aspek hukum, politik, dan ekonomi," kata Khoirunnisa.
Ia pun mengatakan, usulan penundaan Pemilu 2024 merupakan wujud kepentingan para elite politik untuk mempertahankan bahkan memperluas kekuasaan.