Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Arsul Sani Nilai Wajar Banyak Pihak Terusik dengan Vonis Herry Wirawan

Kompas.com - 23/02/2022, 16:46 WIB
Tatang Guritno,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menilai wajar banyak pihak merasa terusik atas vonis yang dijatuhkan majelis hakim pada terpidana kasus pemerkosaan 13 santriwati, Herry Wirawan.

Salah satu penyebab banyak pihak yang tidak puas lantaran kewajiban restitusi atau pemulihan korban dibebankan kepada negara.

“Dari sisi materiil kita, saya melihat bahwa ketentuan-ketentuan hukum materiil kita ini yang terkait dengan restitusi dalam peraturan perundang-undangan belum terintegrasi secara tuntas,” sebut Arsul dalam konferensi pers virtual bertajuk Restitusi vs Kompensasi bagi Korban Kekerasan Seksual, Rabu (23/2/2022).

Di dalam KUHP, ia menjelaskan, restitusi tidak diatur apakah sebagai pidana pokok atau pidana tambahan. KUHP hanya mengatur bahwa restitusi merupakan salah satu jenis pidana.

Baca juga: Kepala Rutan Kebonwaru Bandung Ungkap Kondisi Herry Wirawan Pascavonis Seumur Hidup

Sementara itu, di dalam UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban juga tidak dijelaskan secara khusus siapa pihak ketiga yang memberikan restitusi kepada korban dan keluarganya.

Aturan restitusi, imbuh Arsul, juga belum diterapkan pada beberapa tindak pidana seperti terorisme, pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), perlindungan anak, dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Persoalan kedua yang membuat publik tak puas, menurut Wakil Ketua Umum PPP itu lantaran putusan hakim yang membebankan restitusi kepada negara lantaran Herry telah diganjar vonis seumur hidup, yang menjadi hukuman pidana maksimal.

“Di KUHP kita, terdakwa yang divonis seumur hidup tidak boleh dijatuhkan pidana lain, kecuali pencabutan-pencabutan,” tuturnya.

Baca juga: Tak Puas dengan Vonis Herry Wirawan, Jaksa Ajukan Banding

“Nah ini yang menurut saya mesti dikerjakan dan menjadi tanggung jawab kami dalam membentuk undang-undang untuk melihat kembali ke dalam KUHP,” sambung dia.

Terakhir, kata Arsul, berdasarkan laporan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Herry masih memiliki sejumlah harta kekayaan. Hal itulah yang kemudian dinilai membuat masyarakat tidak puas dengan vonis hakim karena meminta negara membayar vonis tersebut.

“Meski saya belum tahu persis apakah (kekayaan) itu atas nama Herry atau yayasan, tapi itu yang dapat dipakai untuk mengganti jumlah ganti rugi yang diputuskan pengadilan,” pungkasnya.

Diketahui Herry divonis penjara seumur hidup oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung.

Namun majelis hakim memutuskan restitusi korban senilai Rp 331,52 juta ditanggung pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).

Baca juga: PPPA Nilai Pembebanan Restitusi Korban Pemerkosaan Herry Wirawan pada Negara Tidak Tepat

Jaksa penuntut umum secara resmi telah mengajukan bending atas putusan tersebut.

Sementara itu Herry dan kuasa hukumya telah memutuskan untuk menerima vonis majelis hakim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com