JAKARTA, KOMPAS.com – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) melakukan pertemuan dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat terkait kasus pemerkosaan 13 santriwati di Bandung.
Dalam pertemuan itu, Kementerian PPPA memberikan sejumlah masukan untuk pengajuan banding atas vonis terhadap terpidana Herry Wirawan, khususnya terkait pembayaran restitusi yang dibebankan kepada negara.
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar menilai, putusan hakim terkait pembebanan restitusi kepada negara melalui kementeriannya tidak tepat.
“Mempelajari putusan hakim terkait dengan beban yang diberikan kepada Negara mencakup hak restitusi korban dirasa tidak tepat," kata Nahar, dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (20/2/2022).
Ia menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2020, restitusi adalah ganti kerugian kepada korban atau keluarga yang dibebankan kepada pelaku atau pihak ketiga.
Pihak ketiga dalam hal ini, kata Nahar, yakni orang dekat atau keluarga atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaku yang bisa membayarkan.
Dengan demikian, Ia mengatakan, membebankan restitusi kepada negara melalui PPPA menjadi tidak tepat karena kejahatan dilakukan perorangan.
Selain itu menurut Nahar, PPPA merupakan pihak yang memiliki kepentingan dari sisi korban. Sehingga sebaiknya diposisikan sebagai pendamping dalam pemanfaatan dana restitusi bagi korban.
"Kementerian PPPA mendorong agar Jaksa Penuntut Umum melakukan banding agar putusan hakim dapat dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tanpa menghilangkan kehadiran negara dalam melindungi dan memenuhi hak-hak anak korban,” kata Nahar.
Baca juga: Putusan Hakim, Ganti Rugi Korban Herry Wirawan Dibebankan ke Kementrian PPPA, Ini Alasannya
Selain terkait restitusi, pertemuan dengan Kejati Jawa Barat tersebut juga dilakukan untuk membahas perawatan jangka panjang terhadap 9 anak dari korban yang juga dibebankan kepada negara.
Diketahui, korban pemerkosan ada yang tengah mengandung dan ada pula yang telah melahirkan.
“Menteri PPPA memberi arahan agar kami mempelajari dan menindaklanjuti putusan PN Kelas 1A Bandung terkait HW. Pada intinya, PPPA menghormati putusan Majelis Hakim PN Bandung yang dalam amar putusannya menjatuhkan pidana penjara seumur hidup terhadap terdakwa,” kata Nahar.
Berdasaran putusan Pengadilan Negeri Bandung pada Selasa (14/2/2022), restitusi yang diberikan kepada korban pemerkosaan sebesar Rp 331.527.186.
Besaran restitusi untuk masing-masing korban beragam, mulai dari Rp 9,87 juta hingga Rp 85,8 juta.
Baca juga: Pakar Usul Negara Berutang Jika Keberatan Soal Restitusi Korban Herry Wirawan
Majelis hakim berpendapat bahwa terdakwa Herry Wirawan tidak dapat dibebani hukuman kebijakan membayar restitusi meskipun hal itu merupakan hukuman tambahan.
Pasalnya, terdakwa telah divonis hukuman seumur hidup. Berdasarkan Pasal 67 KUHP, terpidana mati atau terpidana seumur hidup tidak dapat dijatuhkan pidana lain.
Selain itu, menurut hakim, pembayaran restitusi tersebut sudah di luar ketentuan hukuman tambahan sesuai pasal 67 KUHP, maka pembayaran restitusi harus dialihkan kepada pihak lain.
"Dalam Undang-undang nomor 43 tahun 2017 tidak disebutkan apabila pelaku berhalangan atau tidak memungkinkan karena peraturan menentukan demikian, kepada siapa restitusi harus dibebankan," kata Ketua Majelis Hakim Yohanes Purnomo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.