JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan kekecewaan sejumlah pihak atas vonis hakim yang tidak menetapkan hukuman kebiri kimia terhadap terdakwa kasus pemerkosaan 13 santriwati di Bandung, HW, terjadi karena pemahaman yang keliru di tengah masyarakat terkait hal itu.
Menurut dia, hukuman kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual dilakukan melalui mekanisme rehabilitasi.
"Jadi, masyarakat salah kaprah kalau memandang pelaku perlu dikenakan kebiri sebagai bentuk penghukuman ekstra agar pelaku lebih menderita. Kebiri di Indonesia adalah pengobatan. Manusiawi," kata Reza kepada Kompas.com, Kamis (17/2022).
Baca juga: Ramai-ramai Anggota DPR Kritik Hakim karena Tak Tambah Hukuman Kebiri untuk Herry Wirawan
Dalam amar putusannya, Ketua Majelis Hakim Yohanes Purnomo di Pengadilan Negeri Bandung tidak menjatuhkan pidana kebiri kimia kepada HW karena hukuman itu ditetapkan apabila pidana penjara yang diberikan kepada terdakwa maksimal hingga 20 tahun.
Sementara, jika diputus dengan pidana mati atau penjara seumur hidup yang tidak memungkinkan terpidana selesai menjalani pidana pokok, maka tindakan kebiri kimia tidak dapat dilaksanakan.
"Tidak mungkin jika setelah terpidana mati, setelah jalani eksekusi mati, atau mati karena jalani pidana penjara, dan kemudian terhadap jenazah terpidana dilaksanakan kebiri kimia," jelas hakim.
Mengenai kritik soal hukuman ganti rugi kepada korban yang nilainya dianggap terlampau kecil, Reza meyakini hakim sudah memperhitungkan dengan cermat kemampuan terdakwa untuk bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukan. Nilai restitusi yang ditetapkan hakim sebesar Rp 331.527.186,.
Baca juga: KemenPPPA Dorong JPU Ajukan Banding soal Vonis Herry Wirawan
"Rp 331,52 juta memang rendah. Tapi mungkin itu angka objektif yang keluar setelah hakim menakar kemampuan finansial pelaku," ujar Reza.
Istilah restitusi sendiri berlaku untuk pelaku. Kalau untuk pemerintah, pakai sebutan kompensasi. "Baguslah" kalau pemerintah ikut bayar kompensasi. Itu "hukuman" karena pemerintah dianggap gagal melindungi warga negaranya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.