Tujuannya lainnya yang lebih penting adalah untuk membagi beban Jakarta sekaligus mengenalkan kepada dunia, bahwa Indonesia bukan hanya Pulau Jawa, tapi juga Kalimantan (Borneo).
Lebih daripada itu, Presiden Soekarno juga ingin mewujudkan pemerataan pembangunan, khususnya untuk wilayah Indonesia bagian timur.
Hal yang sama terjadi di era Presiden Soeharto dan SBY. Presiden Soeharto mengusulkan kawasan Jonggol di Bogor untuk menjadi calon pengganti Jakarta.
Sedangkan SBY memberi tiga opsi. Pertama ibu kota tetap di Jakarta dengan pembenahan total.
Kedua, ibu kota tetap, tapi pusat pemerintahan pindah ke daerah lain dan ketiga, membangun ibu kota baru.
Pada April 2019, Presiden Jokowi memantapkan tekadnya untuk mewujudkkan pemindahan IKN.
Tim Ketua Tim Kajian Pemindahan Ibu Kota Negara dari Bappenas mengusulkan tiga opsi IKN, yaitu Kalteng, Kalsel dan Kaltim.
Namun, Presiden Jokowi memilih opsi terakhir, yaitu Penajam, Paser Utara, Katim.
Mengapa Presiden Jokowi bertekad memindahkan IKN ke Penajam, Kalimantan Timur? Alasannya, sama seperti yang dikemukakan beberapa presiden sebelumnya.
Secara sosial, politik dan ekonomi, kita tak boleh menutup mata bahwa IKN Jakarta yang berada di Pulau Jawa memikul beban yang sangat berat. Bahkan belakangan ini lebih berat dari yang pernah dilihat para presiden sebelum Jokowi.
Dari aspek demografis, IKN Jakarta sangat tidak kondusif lagi. Dengan luas wilayah hanya 664 km persegi, kota ini dijejali penduduk lebih dari 11 juta jiwa, dengan kepadatan 16.937 jiwa/km persegi.
Kepadatan populasi yang ekstrem tersebut menimbulkan berbagai masalah sosial-budaya, politik-keamanan dan ekonomi yang runyam.
Masalah tersebut di antaranya infrastruktur transportasi dan kemacetan, masalah tata kota dan perumahan warga, masalah lingkungan (polusi, sampah, banjir), angka kriminalitas (narkoba) yang tinggi, kesulitan air bersih dan aneka masalah kesehatan lainnya.
Dari aspek ekonomi, kemacetan di Jakarta menyebabkan kerugian ekonomi Rp 65 triliun per tahun.
Belum lagi kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh banjir yang nyaris terjadi setiap hari hujan, dan aksi demo yang terus menerus.
Pulau Jawa mulai kewalahan menghadapi berbagai masalah serupa akibat populasi yang besar dan pembangunan infrastruktur yang massif.
IKN Penajam yang kemudian diberi nama IKN Nusantara tentu saja dimaksudkan sebagai solusi atas berbagai persoalan sosial-budaya dan ekonomi serta lingkungan yang ditanggung IKN Jakarta selama ini.
Namun lebih daripada itu, IKN Nusantara juga membawa misi yang jauh lebih besar dari itu.
Pertama adalah, misi transformasi model pembangunan. Jika dicermati secara teliti UU IKN yang disahkan oleh DPR, Selasa 18 Januari 2022, memberi poin penting, yaitu dimulainya transformasi model pembangunan Indonesia, dari Jakarta sentris dan Jawasentris menjadi Indonesia sentris.
Menurut UU IKN, pemindahan IKN ini tak hanya urusan pembangunan fisik dan perpindahan bangunan kantor pemerintahan, tapi lebih daripada itu adalah urusan peradaban dan kehidupan sosial baru yang lebih berkualitas.
IKN baru yang berada di tengah wilayah geografis Tanah Air, di luar Jawa, merupakan simbol transformasi progresif menuju Indonesia maju.