JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana penambahan usia pensiun TNI menimbulkan pro dan kontra. Salah satu hal yang menjadi polemik adalah isu mengenai kebugaran dari prajurit, dan peluang personel TNI bekerja kembali usai pensiun.
Perihal soal usia pensiun TNI sebenarnya sudah cukup lama dibicarakan. Namun semakin mengemuka setelah adanya gugatan dari dua orang purnawirawan TNI dan tiga orang lainnya ke Mahkamah Konstitusi (MK),
Mereka menggugat aturan tentang usia pensiun prajurit TNI yang dimuat dalam Pasal 53 dan Pasal 71 huruf a Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Pasal itu menyebutkan bahwa prajurit TNI melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 58 tahun bagi perwira, dan 53 tahun bagi bintara dan tamtama.
Para pemohon juga meminta agar usia pensiun personel TNI disamakan dengan usia pensiun anggota Polri, di mana batas usia pensiun anggota Polri maksimum 58 tahun dan 60 tahun bagi personel Polisi yang mempunyai keahlian khusus dan sangat dibutuhkan.
Baca juga: Aturan Usia Pensiun TNI Digugat, Panglima Andika Harap Hakim MK Bijaksana
Pengamat Militer, Anton Aliabbas menilai, ada baiknya usia pensiun TNI dibatasi. Ini terkait pentingnya kebugaran fisik bagi para penjaga pertahanan Negara.
"Sebagai garda terdepan dalam pengelolaan pertahanan negara, personel militer dituntut memiliki tingkat kebugaran dan kesehatan tertentu guna optimal menjalankan tugas. Konsekuensinya, usia prajurit aktif mau tidak mau harus dibatasi," ungkap Anton, Sabtu (12/2/2022).
Ia juga mengatakan, seharusnya semangat perbedaan pembatasan usia pensiun tamtama-bintara dengan perwira tidak dianggap sebagai wujud diskriminasi.
Menurut Anton, hal tersebut dikarenakan beban tugas dan tanggung jawab dari jenjang kepangkatan membutuhkan tingkat kebugaran dan kesehatan prajurit yang berbeda.
"Karena itu, konsekuensinya adalah usia pensiun bagi golongan tamtama dan bintara lebih dini dibandingkan perwira," sebutnya.
Anton pun mengutip hasil riset yang dilakukan John Abt dkk di tahun 2016, bahwa terjadi perubahan kebugaran dan kekuatan fisik seiring dengan bertambahnya usia dan masa dinas kemiliteran seorang prajurit.
"Sementara setiap prajurit dituntut memiliki kesiapan fisik yang tinggi selama berkarir di institusi militer," terang Anton.
Baca juga: Penambahan Usia Pensiun TNI Bisa Buat Prajurit Non-job Makin Banyak
Kesiapan fisik yang tinggi ini dibutuhkan guna memenuhi kebutuhan operasional. Hal ini mengingat setiap prajurit tetap akan menjalani sejumlah pelatihan dan tugas kemiliteran, meskipun memiliki masa dinas yang berbeda.
"Dengan semakin kompleksnya tantangan pengelolaan pertahanan kita ke depan, kebutuhan adanya prajurit militer yang muda, bugar dan memiliki standar keahlian tertentu yang terukur menjadi tidak terelakkan," paparnya.
"Dan titik krusialnya adalah bagaimana TNI mengelola jalannya regenerasi prajurit melalui penataan karir personel yang baik dan profesional," tambah Anton.
Lebih lanjut, pengaturan usia pensiun yang baik untuk prajurit TNI diharapkan dapat membuka peluang adanya karir kedua (second career) usai pensiun.
"Jika usia pensiun terlalu tua dikhawatirkan dapat mengurangi kesempatan bagi prajurit untuk dapat berkarir di tempat lain," kata Anton.
Ia pun menilai, perlunya sebuah program pengaturan wajib masa persiapan pensiun untuk semua jenjang kepangkatan terhitung satu tahun sebelum usia pensiun.
Anton mengatakan, kebijakan ini dibutuhkan agar prajurit yang akan pensiun dapat mempersiapkan diri untuk karir selanjutnya usai berhenti dari militer.