Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pentingnya Kebugaran Prajurit TNI dan Program Persiapan Karir Kedua Usai Pensiun

Kompas.com - 12/02/2022, 21:15 WIB
Elza Astari Retaduari

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana penambahan usia pensiun TNI menimbulkan pro dan kontra. Salah satu hal yang menjadi polemik adalah isu mengenai kebugaran dari prajurit, dan peluang personel TNI bekerja kembali usai pensiun.

Perihal soal usia pensiun TNI sebenarnya sudah cukup lama dibicarakan. Namun semakin mengemuka setelah adanya gugatan dari dua orang purnawirawan TNI dan tiga orang lainnya ke Mahkamah Konstitusi (MK),

Mereka menggugat aturan tentang usia pensiun prajurit TNI yang dimuat dalam Pasal 53 dan Pasal 71 huruf a Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Pasal itu menyebutkan bahwa prajurit TNI melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 58 tahun bagi perwira, dan 53 tahun bagi bintara dan tamtama.

Para pemohon juga meminta agar usia pensiun personel TNI disamakan dengan usia pensiun anggota Polri, di mana batas usia pensiun anggota Polri maksimum 58 tahun dan 60 tahun bagi personel Polisi yang mempunyai keahlian khusus dan sangat dibutuhkan.

Baca juga: Aturan Usia Pensiun TNI Digugat, Panglima Andika Harap Hakim MK Bijaksana

Pengamat Militer, Anton Aliabbas menilai, ada baiknya usia pensiun TNI dibatasi. Ini terkait pentingnya kebugaran fisik bagi para penjaga pertahanan Negara.

"Sebagai garda terdepan dalam pengelolaan pertahanan negara, personel militer dituntut memiliki tingkat kebugaran dan kesehatan tertentu guna optimal menjalankan tugas. Konsekuensinya, usia prajurit aktif mau tidak mau harus dibatasi," ungkap Anton, Sabtu (12/2/2022).

Ia juga mengatakan, seharusnya semangat perbedaan pembatasan usia pensiun tamtama-bintara dengan perwira tidak dianggap sebagai wujud diskriminasi.

Menurut Anton, hal tersebut dikarenakan beban tugas dan tanggung jawab dari jenjang kepangkatan membutuhkan tingkat kebugaran dan kesehatan prajurit yang berbeda.

"Karena itu, konsekuensinya adalah usia pensiun bagi golongan tamtama dan bintara lebih dini dibandingkan perwira," sebutnya.

Anton pun mengutip hasil riset yang dilakukan John Abt dkk di tahun 2016, bahwa terjadi perubahan kebugaran dan kekuatan fisik seiring dengan bertambahnya usia dan masa dinas kemiliteran seorang prajurit.

"Sementara setiap prajurit dituntut memiliki kesiapan fisik yang tinggi selama berkarir di institusi militer," terang Anton.

Baca juga: Penambahan Usia Pensiun TNI Bisa Buat Prajurit Non-job Makin Banyak

Kesiapan fisik yang tinggi ini dibutuhkan guna memenuhi kebutuhan operasional. Hal ini mengingat setiap prajurit tetap akan menjalani sejumlah pelatihan dan tugas kemiliteran, meskipun memiliki masa dinas yang berbeda.

"Dengan semakin kompleksnya tantangan pengelolaan pertahanan kita ke depan, kebutuhan adanya prajurit militer yang muda, bugar dan memiliki standar keahlian tertentu yang terukur menjadi tidak terelakkan," paparnya.

"Dan titik krusialnya adalah bagaimana TNI mengelola jalannya regenerasi prajurit melalui penataan karir personel yang baik dan profesional," tambah Anton.

Resign by design untuk second career

Lebih lanjut, pengaturan usia pensiun yang baik untuk prajurit TNI diharapkan dapat membuka peluang adanya karir kedua (second career) usai pensiun.

"Jika usia pensiun terlalu tua dikhawatirkan dapat mengurangi kesempatan bagi prajurit untuk dapat berkarir di tempat lain," kata Anton.

Ia pun menilai, perlunya sebuah program pengaturan wajib masa persiapan pensiun untuk semua jenjang kepangkatan terhitung satu tahun sebelum usia pensiun.

Anton mengatakan, kebijakan ini dibutuhkan agar prajurit yang akan pensiun dapat mempersiapkan diri untuk karir selanjutnya usai berhenti dari militer.

"Program persiapan karir kedua menjadi salah satu hal krusial yang harus dipikirkan oleh Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Mabes TNI dan Mabes Angkatan," tutur dia.

Lewat program ini, prajurit yang akan mengakhiri masa dinas diharapkan punya waktu persiapan yang cukup jika ingin menekuni karir kedua. Baik mereka yang pensiun normal, maupun yang memilih untuk pensiun dini.

"Apalagi, jika merujuk pada jalur pensiun normal maka usia prajurit tersebut sudah tidak lagi muda," jelas Anton.

"Selain itu, kebijakan pemisahan dan penyaluran (sahlur) atau ‘resign by design’ prajurit perlu untuk semakin ditingkatkan guna membantu identifikasi dan pengelolaan kebijakan karir kedua (second career) usai tidak lagi aktif di TNI," imbuhnya.

Dalam memperhatikan kesejahteraan prajurit, Negara dinilai semestinya tidak hanya sekadar meningkatkan pendapatan selama berdinas.

Baca juga: Jika Gugatan Aturan Usia Pensiun TNI Dikabulkan Dinilai Bisa Hambat Promosi Pamen

Anton menyebut, Negara juga harus ikut memikirkan bagaimana kelak nasib prajurit usai pensiun, terlepas mereka memang mendapat jaminan hari tua.

"Guna meningkatkan kualitas dari prajurit maka ada baiknya jika Kemenhan, Mabes TNI dan Mabes Angkatan untuk memikirkan kerja sama dengan sejumlah lembaga sipil seperti lembaga penyedia latihan sertifikasi profesi," papar Anton.

Program seperti itu sebenarnya banyak dilakukan di berbagai negara. Bahkan tak sedikit personel militer di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, yang memilih untuk pensiun muda dan kemudian melanjutkan karir di luar militer.

"Berkaca dari praktik sejumlah negara lain, setiap kecabangan korps sejatinya memiliki indikator output bagi setiap personel yang telah mengabdi pada korps itu dalam rentang waktu tertentu," terang Anton.

Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) itu memberi contoh mengenai output yang diberikan korps militer di berbagai negara untuk personelnya.

Salah satunya, kata Anton, pelatihan untuk mendapatkan sertifikasi keahlian.

"Semisal mempunyai kesempatan untuk mendapat sertifikasi keahlian atau profesi yang diakui nasional ataupun internasional. Dan sertifikasi ini tentu saja dapat menunjang profil prajurit usai pensiun," ucap Anton.

Baca juga: Dampak Jika Gugatan Aturan Usia TNI Dikabulkan, Andika Perkasa Menjabat Lebih Lama?

Sebelumnya, Anton mengatakan penambahan usia pensiun TNI juga akan membuat karir prajurit yang lebih muda terkendala.

Tak hanya itu, penambahan usia pensiun TNI pun membuka kemungkinan fenomena non-job semakin meluas ke berbagai jenjang kepangkatan.

Fenomena non-job ini seringkali terjadi lantaran pos jabatan tidak sebanding dengan banyaknya jumlah personel TNI, termasuk perwira menengah dan perwira tinggi. Maka jika usia pensiun bertambah, kata Anton, imbasnya perwira non-job semakin lebih banyak.

"Dampak utama bagi organisasi TNI apabila gugatan ini dikabulkan adalah meluasnya bottleneck dalam pengelolaan karir prajurit TNI. Penambahan usia pensiun akan dapat memperparah fenomena prajurit non-job dalam institusi militer," jelasnya.

Sementara itu Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa yang dihadirkan dalam sidang gugatan uji materi UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 di MK mengungkap, pemerintah dan DPR tengah membahas rencana perubahan terhadap UU TNI. Menurutnya, rencana perubahan itu termasuk membahas perubahan batas usia pensiun.

"Kami menjelaskan bahwa saat ini pemerintah dan DPR akan membahas rencana undang-undang perubahan atas UU TNI yang telah masuk dalam daftar program legislasi nasional. Di dalam materi undang-undang, rencana undang-undang tersebut termasuk perubahan batas usia pensiun," kata Andika, Selasa (8/2/2022).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com