Di dalam UU 2/1988, prajurit dapat dipertahankan untuk tetap berdinas sampai usia 55 tahun bagi perwira. Sementara untuk bintara dan tamtama, hanya sampai usia 48 tahun.
Namun UU tersebut juga mengatur untuk memperbolehkan memperpanjang masa dinas prajurit ABRI hingga usia 55 tahun bagi pangkat pembantu letnan hingga kopral, apabila memiliki keahlian tertentu dan dibutuhkan oleh institusi ABRI.
Sementara bagi prajurit ABRI berpangkat kolonel ke atas yang memiliki keahlian tertentu dan dibutuhkan, serta menduduki jabatan keprajuritan tertentu, dapat pensiun hingga usia 60 tahun.
"Fenomena penumpukan perwira di kepangkatan tertentu sebenarnya merupakan efek dari perpanjangan usia pensiun seperti yang dituangkan dalam UU TNI. Dan dampak tersebut baru terasa setelah 5 tahun pemberlakuan UU TNI," terang Anton.
Baca juga: Ini Kata Ketua DPR soal Wacana Perpanjangan Usia Pensiun TNI
Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) ini mengungkap data yang diperolehnya. Hingga tahun 2008, ungkap Anton, sebenarnya masih terjadi defisit jumlah perwira untuk memenuhi pos jabatan bagi personel TNI.
"Defisit jumlah perwira untuk memenuhi jabatan pada kepangkatan tersebut hingga mencapai 156 pos. Artinya, ada 156 pos jabatan yang sebenarnya masih kekurangan personel," urainya.
Namun setelah 5 tahun UU 34/2004 diundangkan, dampaknya mulai terasa. TNI mengalami kelebihan personel sehingga banyak yang akhirnya non-job atau tidak memiliki jabatan.
"Pada tahun 2009, fenomena surplus mulai terjadi dengan adanya 211 perwira dengan kepangkatan kolonel dan perwira tinggi tidak mempunyai jabatan. Dan pada tahun 2018, angka surplus mencapai 1.183 orang," sebut Anton.
Baca juga: Ingin Perwira Aktif Masuk Kemenko Maritim, Luhut Inisiasi Revisi UU TNI
Untuk menyiasati hal tersebut, Mabes TNI sebenarnya sudah menyiapkan sejumlah inisiatif seperti menambah Masa Dalam Pangkat (MDP). TNI juga melakukan reorganisasi dengan pemekaran struktur di lingkungan TNI sehingga memperbanyak jumlah jabatan.
"Hal tersebut tetap tidak mengakhiri fenomena non-job. Sebab, laju promosi dan laju pensiun tidak disertai intervensi kebijakan yang kuat dan konsisten," tegasnya.
Oleh karena itu, Anton menilai penambahan usia pensiun TNI bukanlah jawaban untuk pengelolaan karir prajurit TNI ke depan. Apalagi sampai batas usia 60 tahun.
"Frasa ‘mempunyai keahlian khusus’ dan ’sangat dibutuhkan’ juga berpotensi multitafsir sehingga sebaiknya dihindari," tutup Anton.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.