Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Tegaskan Polisi Bisa Berhentikan dan Periksa Tanda Pengenal Warga

Kompas.com - 02/02/2022, 18:55 WIB
Tsarina Maharani,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan, anggota polisi berwenang untuk meminta berhenti pihak yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri orang tersebut.

Hal ini ditegaskan majelis hakim MK lewat Nomor 60/PUU-XIX/2021 yang menyatakan menolak gugatan warga terhadap kewenangan polisi tersebut yang tertuang dalam Pasal 16 Ayat (1) huruf d UU Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002. Menurut majelis hakim, pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum.

Baca juga: Di Sidang MK, Ahli dari Presiden Dorong Penelitian Efektivitas Ganja untuk Keperluan Medis

Majelis hakim berpendapat, kewenangan memberhentikan orang yang dicurigai merupakan langkah awal dilakukannya pemeriksaan untuk menemukan tindak pidana atau pelanggaran hukum dalam suatu peristiwa. Kewenangan itu dimiliki oleh kepolisian di semua negara.

Menurut majelis hakim, tidak adanya batasan kewenangan kepolisian yang diatur dalam Pasal 16 Ayat (1) huruf d UU Nomor 2/2022 bukan jadi penyebab polisi melakukan tindakan yang merendahkan martabat dan kehormatan orang lain.

"Persoalan yang para pemohon dalilkan bukanlah persoalan konstitusionalitas norma, melainkan persoalan implementasi dari norma Pasal 16 Ayat (1) huruf d UU Nomor 2/2022," demikian pertimbangan majelis, dikutip Kompas.com, Rabu (2/2/2022).

Majelis hakim menyatakan, jika dalam pelaksanaannya terjadi pelanggaran, maka hal tersebut adalah persoalan implementasi dari norma dimaksud, bukan persoalan konstitusionalitas norma.

Selain itu, majelis hakim mengatakan, batasan-batasan dari kewenangan Pasal 16 Ayat (1) huruf d dalam teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanakan.

Kemudian, semua kewenangan polisi yang diatur dalam Pasal 16 UU 2/2002 tetap tunduk pada batasan-batasan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Namun, terlepas dari tidak adanya persoalan inkonstitusionalitas norma terhadap Pasal 16 Ayat (1) huruf d UU 2/2002, MK mengingatkan masyarakat selalu mendukung pelaksanaan tugas kepolisian dengan menyeimbangkan perlindungan hak asasi yang dimilikinya dengan tidak segan-segan mengingatkan aparat kepolisian dan mengajukan keberatan jika dalam pelaksanaan tugasnya kepolisian melanggar hak asasi.

Kemudian, bertalian dengan pelaksanaan Pasal 16 Ayat (1) huruf d, MK menegaskan agar norma tersebut diimplementasikan dengan menjunjung prinsip due process of law yang berdampingan dengan asas praduga tak bersalah sebagaimana diamanatkan dalam KUHAP.

Adapun gugatan itu diajukan dua mahasiswa Universitas Kristen Indonesia, Leonardo Siahaan dan Fransiscus Arian Sinaga pada 2 November 2021.

Dalam gugatannya, para pemohon berpendapat kewenangan yang diberikan Pasal 16 Ayat (1) huruf d UU 2/2002 sebagai dasar polisi menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai akan dan/atau telah melakukan tindak pidana untuk memeriksa identitas melanggar hak-hak konstitusional para pemohon.

Baca juga: MK Tolak Gugatan soal Kewenangan Polisi Bisa Berhentikan dan Periksa Tanda Pengenal Warga

Sebab, tidak ada larangan dalam pasal tersebut untuk tidak melakukan perekaman yang bertujuan ditayangkan di televisi dan/atau Youtube dan/atau media lainnya sehingga dapat disaksikan publik.

Selain itu, para pemohon menilai tindakan aparat kepolisian menimbulkan kekhawatiran dan ketakutan dalam diri pemohon, karena aparat kepolisian kerap memarahi, membentak, meneriaki orang yang diperiksa, dan/atau melakukan gerakan-gerakan yang mengarah pada perendahan harkat dan martabat manusia.

Hal ini dianggap bertentangan dengan Pasal 28G Ayat (1) dan Ayat (2) serta Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com