Lalu, pada 2 Agustus 2019 terjadi gempa berkekuatan 6,9, dan terbaru gempa bermagnitudo 6,7 terjadi pada 14 Januari 2022 kemarin.
Menurut Daryono, gempa yang terjadi di Banten pada Jumat lalu masih berada di zona megathrust.
Mengutip wawancara Kompas.com, Sabtu (7/4/2018), Daryono mengatakan bahwa gempa megathrust bisa diartikan sesuai dengan kata penyusunnya.
"Thrust" merujuk pada salah satu mekanisme gerak lempeng yang menimbulkan gempa dan memicu tsunami, yaitu gerak sesar naik. Dengan demikian, megathrust bisa diartikan gerak sesar naik yang besar.
Baca juga: Gempa Besar Guncang Jakarta, Ancaman Megathrust Selat Sunda Jadi Nyata
Daryono menjelaskan, mekanisme gempa megathrust bisa terjadi di pertemuan lempeng benua. Dalam geologi tektonik, wilayah pertemuan dua lempeng disebut zona subduksi.
Sementara zona megathrust terbentuk ketika lempeng samudra bergerak ke bawah menghunjam lempeng benua dan menimbulkan gempa bumi.
"Zona subduksi ini diasumsikan sebagai sebuah zona 'patahan naik yang besar' atau populer disebut zona megathrust," kata Daryono.
Dalam hal ini, lempeng samudra yang menunjam ke bawah lempeng benua membentuk medan tegangan (stress) pada bidang kontak antar lempeng yang kemudian dapat bergeser secara tiba-tiba memicu gempa.
"Jika terjadi gempa, maka bagian lempeng benua yang berada di atas lempeng samudra bergerak terdorong naik (thrusting)," terangnya.
Baca juga: Kepala BNPB Minta Pemda Data Seluruh Korban Gempa Banten dan Bentuk Posko Darurat
Daryono menerangkan, jalur subduksi lempeng umumnya sangat panjang dengan kedalaman sekitar 50 km, mencakup bidang kontak antarlempeng.
Meski terjadi dalam waktu berdekatan, Daryono mengatakan, tak bisa diprediksi apakah dalam waktu dekat akan terjadi gempa lagi di Banten.
Namun demikian, potensi terjadinya gempa selalu ada, apalagi mengingat eskalasi situasi beberapa waktu terakhir.
"Karena gempa memang belum dapat diprediksi, meski potensi itu akan selalu ada mengingat sumber gempanya akhir-akhir ini mengalami peningkatan," ujarnya.
Baca juga: Epidemiolog Prediksi Puncak Kasus Omicron di Jakarta Terjadi Februari 2022
Daryono mengatakan, gempa kuat dan tsunami adalah proses alam yang tidak dapat dihentikan, bahkan diprediksi terjadinya.
"Namun dalam ketidakpastian kapan terjadinya itu kita masih dapat menyiapkan upaya mitigasi konkret, seperti membangun bangunan tahan gempa, memodelkan bahaya gempa dan tsunami, kemudian menjadikan model ini sebagai acuan mitigasi," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.