Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RI Digugat Terkait Larangan Ekspor Nikel, Jokowi: Kita Punya Argumentasi

Kompas.com - 17/01/2022, 11:52 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengatakan, saat ini gugatan sejumlah negara atas penghentian ekspor nikel oleh Indonesia sedang berproses di World Trade Organization (WTO).

Jokowi berharap Indonesia dapat memenangkan gugatan ini.

"Awal-awal memang kita disemprot oleh negara-negara lain. Enggak apa-apa kalau disemprot. Kita diam lalu dibawa ke WTO. Enggak apa-apa kita dibawa ke WTO. Kita punya argumentasi juga," ujar Jokowi saat memberikan sambutan pada Dies Natalis ke-67 Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), yang disiarkan YouTube Sekretariat Presiden, Senin (17/1/2022).

"Bahwa kita ingin membuka lapangan kerja sebesar-besarnya untuk rakyat kita. Endak tau menang atau kalah. Ini masih dalam proses di WTO. Ya kita harapkan menang," lanjut Jokowi yang langsung disambut tawa dan tepuk tangan hadirin.

Baca juga: Jokowi Sebut Negara-negara Maju Ngamuk ke Indonesia karena Setop Ekspor Bahan Mentah Nikel

Kepala Negara menegaskan, meskipun Indonesia digugat ke lembaga perdagangan internasional kebijakan penghentian ekspor bahan mentah tetap akan berjalan.

Sebab Indonesia ingin mengolah bahan mentah tersebut agar lebih memiliki nilai tambah.

"Meski dibawa ke WTO stop bauksit tetep jalan, stop tembaga nanti tetap jalan. Inilah yang namanya nilai tambah," tutur Jokowi.

"Kita ingin kita itu nilai tambah ada di Tanah Air sehingga memberi penerimaan negara yang sangat besar berupa royalti, penerimaan negara bukan pajak dan bisa buka lapangan kerja yang sebesar-besarnya untuk rakyat kita," jelasnya.

Dia lantas memberikan contoh kebijakan menghentikan ekspor nikel.

Tujuh tahun lalu saat kebijakan ini belum ada, Indonesia masih mengekspor nikel yang menghasilkan pendapatan sekitar 1 miliar Dolar AS. Jumlah itu setara dengan Rp 14-Rp 15 triliun.

"Begitu kita tidak bolehkan ekspor nikel dan harus diproduksi di dalam negeri saya cek akhir tahun kemarin ekspor kita untuk besi baja, artinya besi baja ini dari nikel menghasilkan 20,8 miliar Dolar AS atau setara Rp 300 triliun," jelas Jokowi.

"Dari Rp 15 triliun melompat menjadi Rp 300 triliun. Dan membuka lapangan pekerjaan yang sangat banyak sekali. Padahal kita tidak hanya memiliki nikel. Kita memiliki tembaga, bauksit, timah, emas. Semuanya ada. Jangan itu dikirim dalam bentuk raw material lagi. Stop," tegasnya.

Baca juga: Setelah Nikel, Jokowi Akan Larang Ekspor Bahan Mentah Bauksit

Menurut Jokowi, penghentian kebijakan ekspor bahan mentah itu ditempuh dalam rangka mempercepat transformasi ekonomi menuju tatanan ekonomi yang memiliki nilai tambah yang tinggi.

Sebah sudah ratusan tahun Indonesia selalu mengirim bahan mentah ke negara-negara lain.

"Utamanya ke Eropa. Sejak jaman VOC. Ya kita kirim bahan mentah. Yang kita kirim selalu raw material. Oleh sebab itu sejak 2020 saya sampaikan tidak bisa kita terus-teruskan. Stop," kata Jokowi.

"Tahun ini akhir nanti juga akan sama. Bauksit stop. Gak ada lagi ekspor bahan mentah bauksit. Tahun depan lagi stop yang namanya ekspor bahan mentah tembaga," tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com