Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus-kasus Korupsi yang Membelenggu Garuda hingga Nyaris Bangkrut...

Kompas.com - 12/01/2022, 12:15 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

Kasus terdahulu

Bukan sekali saja nama Emirsyah Satar terseret dalam dugaan kasus rasuah di tubuh Garuda. 

Diketahui, Emirsyah divonis hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta pada 8 Mei 2020.

Selain itu, Emirsyah juga dijatuhi pidana tambahan, yakni membayar uang pengganti senilai 2.117.315,27 dollar Singapura subsider 2 tahun kurungan penjara.

Emirsyah terbukti bersalah dalam kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia. Ia juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Namun demikian, vonis Emirsyah lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK, yaitu 12 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar subsider 8 bulan kurungan penjara.

Dalam dakwaan pertama, Emirsyah dinilai terbukti menerima uang berbentuk rupiah dan sejumlah mata uang asing yang terdiri dari Rp 5.859.794.797, lalu 884.200 dollar Amerika Serikat, kemudian 1.020.975 euro, dan 1.189.208 dollar Singapura.

Uang itu diterimanya melalui pengusaha pendiri PT Mugi Rekso Abadi yang juga beneficial owner Connaught International Pte Ltd.

Baca juga: Jaksa Agung: Dugaan Korupsi Pengadaan Pesawat Garuda Terjadi di Masa Dirut Berinisial ES

Uang tersebut digunakan untuk memuluskan sejumlah pengadaan yang sedang dikerjakan PT Garuda Indonesia, yaitu Total Care Program mesin (RR) Trent 700, dan pengadaan pesawat Airbus A330-300/200.

Kemudian, pengadaan pesawat Airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia, pengadaan pesawat Bombardier CRJ1000, dan pengadaan pesawat ATR 72-600.

 

Dalam dakwaan kedua, Emirsyah dinilai terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dengan 7 cara, mulai dari mentransfer uang, melunasi utang kredit, hingga merenovasi rumah.

Uang yang digunakan dalam TPPU tersebut merupakan uang suap yang diterima Emirsyah dalam pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia.

Pasca-vonis itu, Emirsyah mengajukan banding. Namun, pada Agustus 2020 Pengadilan Tinggi DKI Jakarta justru menguatkan vonis yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat kepada Emirsyah.

Baca juga: KPK Sebut Harta Rahmat Effendi Ada yang Irasional, Seperti Apa Perubahan Hartanya?

"Menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 8 Mei 2020 Nomor 121/Pid.Sus-Tpk/2019/PN.Jkt.Pst yang dimintakan banding tersebt," demikian bunyi putusan nomor 19/Pid.Sus-TPK/2020/PT.DKI yang diunggah di situs MA, Senin (3/8/2020).

Majelis hakim yang menangani banding Emirsyah menyatakan, vonis 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan yang dijatuhkan kepada Emirsyah sudah tepat dan telah sesuai dengan kesalahan Emirsyah dan keadilan masyarakat.

Tak lama, Emirsyah juga mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), tetapi ditolak. Sehingga hukumannya tetap 8 tahun penjara.

Utang hingga Rp 140 triliun

Sebagaimana catatan Kementerian BUMN, hingga akhir September 2021, utang Garuda Indonesia sudah mencapai 9,8 miliar dollar AS atau sekitar Rp 140 triliun (asumsi kurs Rp 14.300 per dollar AS).

Secara rinci, liabilitas atau kewajiban Garuda mayoritas berasal dari utang kepada lessor mencapai 6,35 miliar dollar AS.

Selebihnya, ada utang ke bank sekitar 967 juta dollar AS, dan utang dalam bentuk obligasi wajib konversi, sukuk, dan KIK EBA sebesar 630 juta dollar AS.

Oleh karenanya, secara teknis Garuda Indonesia sudah dalam kondisi bangkrut, namun belum secara legal. Sebab maskapai milik negara ini punya utang yang lebih besar ketimbang asetnya, sehingga mengalami ekuitas negatif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

Nasional
Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com