Kasus korupsi juga menjerat kader Partai Golkar. Mantan Menteri Sosial Idrus Marham misalnya, pada April 2019 divonis 3 tahun penjara karena terbukti menerima suap dalam kasus proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
Suap itu Idrus terima ketika masih menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Golkar.
Masih dari Partai Golkar, Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsudin Azis Syamsuddin belum lama ini didakwa melakukan suap pengurusan perkara di KPK.
Jaksa menduga Azis memberi suap senilai Rp 3,6 miliar pada eks penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dan rekannya Maskur Husain. Hingga kini, persidangan perkara kasus Azis masih bergulir di pengadilan.
Terkait hal ini, Bawono Kumoro mengatakan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan elektabilitas partai tetap tinggi.
PDI-P misalnya, meraih elektabilitas tertinggi karena efek elektoral dari kinerja Presiden Joko Widodo.
Survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan, tren kepuasan masyarakat terhadap kinerja presiden terus meningkat dalam 4 bulan terakhir.
Survei 6-11 Desember 2021 memperlihatkan angka kepuasan responden terhadap kerja Jokowi mencapai 71,4 persen. Sementara, yang tidak puas sebanyak 27,8 persen.
Baca juga: Survei: Mayoritas Responden Nilai Pemberantasan Korupsi di Era Jokowi Buruk
Sementara, lanjut Bawono, Partai Gerindra mendapat banyak dukungan karena soliditas pendukung Ketua Umum Prabowo Subianto.
"Atau dengan kata lain efek elektoral atas dukungan terhadap Prabowo sebagai capres," ujarnya.
Bawono menambahkan, elektabilitas Golkar tetap tinggi lantaran partai berlambang pohon beringin itu telah memiliki konstituen cukup solid sebagai partai lama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.