Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengadu ke Komnas HAM karena "Ditendang" BRIN, Ini Harapan Ratusan Eks Ilmuwan BPPT

Kompas.com - 05/01/2022, 16:04 WIB
Vitorio Mantalean,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah eks ilmuwan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mendatangi kantor Komnas HAM di Jakarta, Rabu (5/1/2021), mengadukan nasib mereka.

Mereka yang tergabung dalam Paguyuban Pegawai Pemerintah Non-PNS (PPNPN) BPPT itu sebelumnya kehilangan status pekerjaan, imbas peleburan BPPT ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Sekretaris Paguyuban Rudi Jaya menyebutkan bahwa ratusan ilmuwan BPPT yang bernasib serupa dengan mereka tidak menuntut pesangon, melainkan hanya dikaryakan kembali.

Baca juga: Ditendang BRIN Usai Belasan Tahun Mengabdi, Sejumlah Ilmuwan BPPT Mengadu ke Komnas HAM

Terlebih, mayoritas dari mereka sudah mengabdi belasan tahun, sebelum terpaksa angkat kaki akibat keberadaan BRIN.

"Ketika terjadi pemutusan kerja, kami bingung sekarang mau seperti apa. Karena sekarang mau usaha juga dalam masa pandemi. Kami mau kerja lagi juga mentok di umur," jelas Rudi kepada wartawan di kantor Komnas HAM, Rabu (5/1/2022).

"Tuntutan kami tidak terlalu besar. Kami hanya menuntut belas kasihan dari para pimpinan kami, karena dalam masa seperti ini (pandemi Covid-19), tanggung jawab kami sebagai tulang punggung keluarga kan berat sekali. Pilihan kami hanya meminta untuk dipekerjakan kembali," lanjutnya.

Baca juga: Ratusan Ilmuwan Kehilangan Pekerjaan karena BRIN, Komnas HAM Desak Negara Hargai Kerja Mereka

Rudi mengaku tak pernah mendengar adanya opsi-opsi yang disediakan BRIN agar pegawai-pegawai sepertinya dapat kembali melanjutkan kerja-kerja risetnya sebagai pegawai pemerintah.

Rudi menyebut dia dan kolega-koleganya siap sedia untuk melakukannya, jika opsi untuk melanjutkan pekerjaan mereka memang ada.

"Kalau misalkan disodorkan, apakah kami diajukan untuk menjadi PNS, tentu kami senang sekali," ucap Rudi.

"Apalagi kami sudah mengenal betul medan tempat kita bekerja. Artinya, kami sudah sangat familiar di situ dan kani selalu siap untuk membantu negara dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan riset di instansi kami," tuturnya.

Baca juga: Eijkman Dilebur ke BRIN, Anggota DPR Khawatirkan Intervensi Politik

Dalam kesempatan yang sama, Komnas HAM mendesak negara agar menghargai pengabdian para ilmuwan.

"Saya kira, tenaga-tenaga potensial atau sumber daya manusia yang potensial di republik ini harus dihargai sejarahnya dan perannya terhadap riset yang ada di Indonesia," kata Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, Rabu.

"Saya kira negara harus menghargai jerih payah atau upaya kerja keras dari kawan-kawan ini semua. Meskipun tidak terlihat di media, atau terlihat di publik, tapi riset-riset yang ada itu juga saya kira membantu Indonesia lebih maju," ungkapnya.

Sejauh ini, Paguyuban PPNPN baru mendaftar ratusan tenaga yang dipaksa hengkang oleh BRIN dari sedikitnya 3 balai di BPPT.

Empat balai itu yakni Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur (B2TKS), Teknik Survei Kelautan (Teksurla), dan Bioteknologi.

Diperkirakan, ada ratusan lain PPNPN dari total lebih dari 20 balai di BPPT yang jumlahnya masih sedang dilengkapi oleh Paguyuban saat ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com