JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua majelis hakim kasus dugaan korupsi di PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II, Rosmina, menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak cermat dalam menghitung kerugian negara.
Dalam sidang pembacaan vonis terhadap terdakwa mantan Direktur Utama PT Pelindo II, Richard Joost (RJ) Lino, Rosmina mengemukakan opini yang berbeda atau dissenting opinion dengan dua hakim anggota lain, yaitu Agus Salim dan Teguh Santoso.
Hakim Rosmina menilai semestinya RJ Lino dibebaskan dari dakwaan.
Baca juga: Divonis 4 Tahun Penjara, Kuasa Hukum RJ Lino Pertanyaan Sikap 2 Majelis Hakim
Salah satu alasannya, karena terjadi perbedaan metode penghitungan kerugian negara yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Unit Forensik Akunting Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK.
Perbedaan itu terkait penghitungan keuntungan pada perusahaan pengada quay container crane (QCC) yaitu Wuxi Hua Dong Heavy Machinery (HDHM) asal China.
“Terjadi perbedaan (penghitungan kerugian negara) BPK tidak lagi memperhitungkan tentang keuntungan dari penyedia barang,” ujar Rosmina, saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (14/12/2021).
“Sedangkan Unit Forensik Akunting Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK memperhitungkan keuntungan (penyedia) meskipun disebutkan kerugian negara negara timbul akibat adanya penyimpangan-penyimpangan,” tutur dia.
Baca juga: Seorang Hakim Dissenting Opinion RJ Lino Seharusnya Divonis Bebas, Ini Penjelasannya
Berdasarkan penghitungan BPK, disebutkan bahwa pembayaran PT Pelindo II terhadap pengadaan dan perawatan 3 unit QCC senilai 15.165.150 dolar AS.
Sementara, menurut Unit Forensik Akunting Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK, yakni 15.554.000 dolar AS.
Kemudian hasil penghitungan Unit Forensik Akunting Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK itu dikurangi dengan nilai harga pokok penjualan (HPP) QCC berdasarkan manufaktur di China, ditambah keuntungan wajar dan biaya lain-lain dengan total 13.579.088,71 dolar AS.
Maka nilai kerugian negara adalah 1.974.911,29 dolar AS atau senilai Rp 28,82 miliar.
Dalam pandangan Rosmina, semestinya jika KPK menyebut bahwa pengadaan barang menyimpang, maka keuntungan penyedia tidak bisa diberikan.
“Penghitungan Unit Forensik Akunting Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK dilakukan secara tidak cermat dan melanggar asas penghitungan kerugian negara,” imbuh dia.
Baca juga: Hal yang Memperberat dan Meringankan Vonis RJ Lino
Dalam perkara ini RJ Lino divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Dia dinilai terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.