Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Singgung Presidential Threshold 20 Persen Saat Bertemu KPK, LaNyalla: Buka Lahirnya Calon Presiden Boneka

Kompas.com - 14/12/2021, 21:38 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPD LaNyalla Mahmud Mattalitti menerima kunjungan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (14/12/2021).

Dalam pertemuan tertutup itu, LaNyalla menyampaikan bahwa DPD sedang menggugat soal presidential threshold (PT) 20 persen agar diturunkan menjadi 0 persen.

"Presidential Threshold setinggi itu akan membuka lahirnya calon presiden boneka. Kemudian pasti akan ada kompromi-kompromi politik," kata LaNyalla dalam keterangannya, Selasa.

Baca juga: Layangkan Gugatan ke MK, Gatot Nurmantyo Minta Ketentuan Presidential Threshold 20 Persen Dihapus

LaNyalla meyakini hal itu dengan menggunakan fakta bahwa sudah ada tujuh partai politik berkoalisi pada pemerintah.

Ia membeberkan, tujuh partai koalisi itu kini jumlahnya sudah menguasai 82 persen kursi di DPR.

"Tentu saja tidak mungkin akan muncul calon presiden selain yang mereka ajukan. Bisa jadi kemudian yang ada calon boneka. Yang kalah pada akhirnya dapat posisi, Menteri Pertahanan atau Parekraf. Kayak gitulah,” kelakar dia.

Selain kompromi tak sehat, lanjut LaNyalla, PT 20 persen dinilai berpotensi menyebabkan konflik yang tajam di masyarakat.

"Karena calonnya cuma dua. Membelanya sampai mati-matian. Yang terjadi kemudian berantem, berselisih. Dan itu masih terjadi sampai detik ini," imbuh dia.

Lebih lanjut, LaNyalla menyinggung ambang batas yang tinggi membuat semakin sedikit calon pemimpin yang bisa diusung.

Padahal, nilai LaNyalla, banyak sekali anak-anak bangsa yang mampu sebagai pemimpin.

"Tapi karena ada ambang batas itu jadi tidak bisa. Jadi tertutup sudah," lanjutnya.

Baca juga: La Nyalla Nilai Sistem Presidential Threshold Perlemah Demokrasi

Sementara itu, Firli Bahuri sepakat soal ambang batas pencalonan presiden atau PT yang dinilai terlalu tinggi. Namun, kata dia, KPK memandang dari sisi tindak korupsi.

"Kalau saya memandangnya begini, di alam demokrasi saat ini dengan Presidential Threshold 20 persen itu biaya politik menjadi tinggi. Sangat mahal," nilai Firli.

Menurut Firli, tingginya biaya politik menyebabkan adanya politik transaksional yang ujung-ujungnya adalah korupsi.

"Kalau PT 0 persen artinya tidak ada lagi demokrasi di Indonesia yang diwarnai dengan biaya politik yang tinggi," ucap dia.

Dia menegaskan, jika ingin bersih-bersih korupsi, maka juga harus menjadikan korupsi sebagai musuh bersama.

Firli berpandangan bahwa semua elemen dan lembaga negara harus satu suara memerangi korupsi.

"Tidak boleh bergerak sendiri-sendiri," ujar Firli.

Baca juga: Presidential Threshold Pilpres 2024 Dinilai Rugikan Kaum Perempuan dan Kalangan Non-Partai

Selain itu, Firli juga menyebut kerja sama yang bakal dijalankan antara KPK dan DPD terkait pemberantasan korupsi.

Firli mengaku siap dan meminta DPD jika ada bukti-bukti tindak korupsi agar melaporkan ke KPK.

"Perlu saya sampaikan karena saking banyaknya rantai korupsi, KPK saat ini punya 5 fokus yang jadi perhatian yaitu korupsi Sumber Daya Alam, tata niaga dan bisnis, kegiatan-kegiatan politik, kemudian korupsi di bidang penegakan hukum dan reformasi birokrasi, serta korupsi di bidang pelayanan publik," pungkas Firli.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com