Tahapannya, kapal terlebih dahulu diserahkan pada kejaksaan, untuk kemudian disumbangkan kepada nelayan di dalam negeri.
Bagaimanapun mekanismenya, penindakan terhadap para pelaku illegal fishing sejatinya merupakan implementasi dari upaya penegakan hukum dalam wilayah kedaulatan suatu negara.
Illegal fishing termasuk kedalam ancaman nonmiliter dan menempatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama, sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa (UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara).
Jelas bahwa setiap negara memiliki kewenangan menindak setiap pelanggaran oleh pihak asing yang secara ilegal mengambil sumber daya alamnya.
Di sisi lain, proses “eksekusi” yang dilakukan oleh otoritas keamanan Australia terhadap kapal nelayan tradisional beberapa waktu lalu, memang terjadi secara cepat.
Hal ini memunculkan anggapan jika Australia melakukan pembakaran kapal tersebut tanpa menempuh prosedur hukum terlebih dahulu.
Namun, hal lain yang tidak kalah pentingnya untuk dipertanyakan ialah sudah sejauh mana pemerintah mengupayakan suatu langkah untuk memberi pembekalan terhadap nelayan-nelayan tradisional agar kejadian serupa tidak terulang.
Pembekalan terhadap nelayan sangat diperlukan sebagai ikhtiar untuk mencegah nelayan kita agar tidak menerobos ruang maritim negara lain.
Nelayan kita jangan lagi menjadi pihak yang datang dan pergi seenak hati di ruang maritim negara lain.
Nelayan kita harus mengetahui secara jelas konsekuensi hukum yang harus mereka hadapi bila melakukan kegiatan penangkalan ikan atau sumber daya laut lainnya secara ilegal.
Selain pembekalan mengenai risiko hukum, nelayan kita juga perlu diberikan edukasi tentang tipologi ruang maritim agar mengetahui apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan.
Lebih jauh supaya nelayan kita mengetahui batas perairan negara lain.
Banyaknya nelayan tradisional asal Indonesia yang ditangkap di luar negeri salah satunya disebabkan minimnya pengetahuan tentang batas wilayah perairan negara lain.
Sebagian kapal nelayan juga tidak dilengkapi alat navigasi dan komunikasi yang memadai.
Faktanya memang dalam beberapa tahun terakhir ini, begitu banyak nelayan kita yang tersandung masalah pelanggaran perbatasan dan penangkapan ikan ilegal yang berujung penahanan.
Kasus lainnya ialah adanya pemanfaatan nelayan lokal yang bekerja di kapal milik negara lain, tetapi melakukan operasi penangkapan di perairan Indonesia.
Hal ini membuat beban pemerintah dalam menginventarisasi persoalan menyangkut nelayan tradisional kita menjadi semakin kompleks.
Kasus penangkapan sumber daya laut secara ilegal yang menerpa banyak nelayan tradisional Indonesia jangan sampai menjadi masalah akut di tengah luas dan melimpahnya potensi kekayaan sumber daya laut yang kita miliki.
Sebagai negara maritim yang besar, sudah seharusnya nelayan kita dibekali sarana pendukung yang memadai.
Negara harus hadir di tengah lautan yang terhampar luas di bumi nusantara ini. Jangan sampai nelayan kita berlayar sendiri tanpa perlindungan, tanpa bekal edukasi dan tanpa perlengkapan navigasi.
Bagaimanapun, mereka adalah penerus aktivitas bahari yang sudah berlangsung selama ribuan tahun lamanya.