Salin Artikel

Nelayan Indonesia, Australia, dan Riwayat Permasalahan di Perairan

ABC News (8/11) dalam artikel berjudul “Boats burnt, seafood seized in crackdown on illegal foreign fishing in Australian waters” merilis foto-foto yang memperlihatkan kapal nelayan tradisional asal Indonesia dalam keadaan terbakar.

Sebelumnya, pasukan perbatasan Australia melakukan operasi selama tiga hari setelah mendapat laporan dari warganya yang merasa resah atas hilir-mudik kapal nelayan asal Indonesia di sekitar perairan barat daya Australia.

Kabar ini pada mulanya membuat sejumlah ahli bertanya-tanya menyangkut lokasi persis peristiwa ditangkapnya nelayan asal Indonesia oleh pihak berwenang Australia.

Mengetahui lokasi peristiwa secara persis memang diperlukan, mengingat di antara Indonesia-Australia terdapat zona maritim yang belum diputuskan sebagai batas tunggal.

Kompleksitas pembagian Zona Maritim

I Made Andi Arsana, dosen Teknik Geodesi UGM dalam podcastnya beberapa waktu lalu, menjelaskan bahwa terdapat zona maritim “abu-abu” di perairan antara Indonesia-Australia.

Istilah abu-abu merujuk pada keberadaan salah satu zona maritim dengan identitas ganda.

Maksudnya, perairannya terdapat hak bagi Indonesia untuk melakukan pemanfaatan, sementara dasar lautnya berada dalam jangkauan pemanfaatan Australia.

Adanya status “dualisme” itu membuat Indonesia diperbolehkan melakukan aktivitas penangkapan ikan diarea (perairan) tersebut.

Sementara untuk sektor pemanfaatan kandungan minyak, gas (migas) dan organisme laut yang berada di dasar lautnya menjadi kewenangan Australia.

Selain itu, terdapat juga sepetak ruang maritim di barat daya Australia, yakni di kawasan Ashmore Reff.

Di area tersebut, nelayan tradisional Indonesia dipersilahkan untuk menangkap ikan.

Alasan diperbolehkannya nelayan Indonesia untuk menangkap ikan di kawasan Ashmore Reff, didasarkan pada pertimbangan bahwa sejak ratusan tahun silam (1725-1750), nelayan tradisional asal Indonesia sudah melaut dan menangkap ikan di kawasan tersebut. (James Fox, 2002).

Pemerintah Indonesia dan Australia lebih jauh mengatur hak-hak nelayan tradisional di kawasan tersebut dalam Memorandum Of Understanding Australia and the Government of the Republic of Indonesia Regarding the Operations of Indonesian Tradisional Fishermen in Areas of Australian Exclusive Fishing Zone and Continental Shelf, atau populer dikenal dengan MoU BOX 1974.

Meskipun kedua negara telah menyepakatinya, namun kenyataannya selalu berkata lain.

Ada keluhan dari sejumlah nelayan tradisional asal Indonesia yang kerap diintimidasi dan ditangkap saat melakukan aktivitas di zona tersebut.

Kemudian menjadi pertanyaan, di mana lokasi aktivitas nelayan yang ditangkap oleh petugas perbatasan Australia? Apakah dalam zona abu-abu, atau di kawasan Ashmore Reff?

Ternyata jawabannya tidak di keduanya. Nelayan Indonesia yang kapalnya ditangkap dan dibakar tersebut ternyata beraktivitas di kawasan konservasi Rowley Shoals Park (Perairan utara Australia).

Hal ini membuat pemerintah tidak dapat berbuat banyak. Pemerintah sadar akan kesalahan yang dilakukan oleh nelayan tradisional yang menembus terlalu jauh ruang maritim Australia.

Adapun kebijakan setiap negara terhadap nelayan asing yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal bisa berbeda-beda.

Indonesia, misalnya, tidak lagi melakukan pendekatan dengan cara penenggelaman kapal, melainkan dengan upaya pengambil-alihan.

Tahapannya, kapal terlebih dahulu diserahkan pada kejaksaan, untuk kemudian disumbangkan kepada nelayan di dalam negeri.

Bagaimanapun mekanismenya, penindakan terhadap para pelaku illegal fishing sejatinya merupakan implementasi dari upaya penegakan hukum dalam wilayah kedaulatan suatu negara.

Illegal fishing termasuk kedalam ancaman nonmiliter dan menempatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama, sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa (UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara).

Jelas bahwa setiap negara memiliki kewenangan menindak setiap pelanggaran oleh pihak asing yang secara ilegal mengambil sumber daya alamnya.

Di sisi lain, proses “eksekusi” yang dilakukan oleh otoritas keamanan Australia terhadap kapal nelayan tradisional beberapa waktu lalu, memang terjadi secara cepat.

Hal ini memunculkan anggapan jika Australia melakukan pembakaran kapal tersebut tanpa menempuh prosedur hukum terlebih dahulu.

Namun, hal lain yang tidak kalah pentingnya untuk dipertanyakan ialah sudah sejauh mana pemerintah mengupayakan suatu langkah untuk memberi pembekalan terhadap nelayan-nelayan tradisional agar kejadian serupa tidak terulang.

Pembekalan

Pembekalan terhadap nelayan sangat diperlukan sebagai ikhtiar untuk mencegah nelayan kita agar tidak menerobos ruang maritim negara lain.

Nelayan kita jangan lagi menjadi pihak yang datang dan pergi seenak hati di ruang maritim negara lain.

Nelayan kita harus mengetahui secara jelas konsekuensi hukum yang harus mereka hadapi bila melakukan kegiatan penangkalan ikan atau sumber daya laut lainnya secara ilegal.

Selain pembekalan mengenai risiko hukum, nelayan kita juga perlu diberikan edukasi tentang tipologi ruang maritim agar mengetahui apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan.

Lebih jauh supaya nelayan kita mengetahui batas perairan negara lain.

Banyaknya nelayan tradisional asal Indonesia yang ditangkap di luar negeri salah satunya disebabkan minimnya pengetahuan tentang batas wilayah perairan negara lain.

Sebagian kapal nelayan juga tidak dilengkapi alat navigasi dan komunikasi yang memadai.

Faktanya memang dalam beberapa tahun terakhir ini, begitu banyak nelayan kita yang tersandung masalah pelanggaran perbatasan dan penangkapan ikan ilegal yang berujung penahanan.

Kasus lainnya ialah adanya pemanfaatan nelayan lokal yang bekerja di kapal milik negara lain, tetapi melakukan operasi penangkapan di perairan Indonesia.

Hal ini membuat beban pemerintah dalam menginventarisasi persoalan menyangkut nelayan tradisional kita menjadi semakin kompleks.

Kasus penangkapan sumber daya laut secara ilegal yang menerpa banyak nelayan tradisional Indonesia jangan sampai menjadi masalah akut di tengah luas dan melimpahnya potensi kekayaan sumber daya laut yang kita miliki.

Sebagai negara maritim yang besar, sudah seharusnya nelayan kita dibekali sarana pendukung yang memadai.

Negara harus hadir di tengah lautan yang terhampar luas di bumi nusantara ini. Jangan sampai nelayan kita berlayar sendiri tanpa perlindungan, tanpa bekal edukasi dan tanpa perlengkapan navigasi.

Bagaimanapun, mereka adalah penerus aktivitas bahari yang sudah berlangsung selama ribuan tahun lamanya.

Kehadiran negara di tengah aktivitas pelayaran yang dilakukan nelayan tradisional bersifat mutlak.

Memimpikan kejayaan maritim tapi membiarkan nelayan kita mengais rezeki di ruang laut negara lain adalah suatu realitas yang kontradiktif.

Siapapun, termasuk mantan Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti boleh-boleh saja memuji langkah Australia yang bersikap tegas dalam menjaga kedaulatan perairannya.

Namun kita jangan menjadi pihak yang bersikap over simplifikasi dan memposisikan nelayan sebagai satu-satunya pihak yang layak untuk disalahkan.

Selain itu, informasi yang diperoleh sejauh ini masih sepihak dari pihak keamanan setempat yang diberitakan media Australia.

Pemerintah juga perlu melakukan investigasi dengan meminta keterangan dari sejumlah kru nelayan setibanya di tanah air.

Keterbukaan dan penjelasan

Dalam upaya penegakan kebijakan di perairannya, Australia sering kali memberikan keterangan yang bertolak belakang dengan pernyataan nelayan tradisional kita.

Negara itu dalam beberapa hal bersikap bias dalam penegakan hukum yang umumnya dijalankan secara sepihak.

Entah berapa jumlah kapal nelayan Indonesia yang telah dibakar petugas perbatasan Australia tanpa melakukan klarifikasi terlebih dahulu, dan tanpa penjelasan yang gamblang.

Bahkan ada suatu kasus penangkapan terhadap nelayan kita yang syarat akan rekayasa.

Salah satu contohnya terjadi pada tahun 2018 lalu, saat nelayan dari NTT berlayar dan menangkap ikan di perairan Indonesia berdasarkan data GPS, malah kemudian didatangi otoritas perbatasan Australia dan sengaja digiring ke perairannya.

Hal itu dilakukan untuk membuktikan bahwa nelayan tersebut telah melanggar perbatasan.

Lebih jauh mundur ke belakang, kita tentu masih ingat saat Australia gencar melakukan operasi pembersihan perairan (Clean Water Operation).

Saat itu, satu nelayan kita (Muhamad Heri) meninggal dalam masa penahanan setelah sebelumnya ditangkap pihak berwenang Australia atas tuduhan pelanggaran perbatasan.

Kasus-kasus tadi hanyalah beberapa contoh tentang permasalahan yang pernah dialami oleh nelayan tradisional kita dengan aparat keamanan perbatasan Australia.

Kita memang harus menjunjung dan menghormati pada setiap upaya penegakan kedaulatan yang dilakukan negara lain.

Namun, penghormatan tersebut juga selayaknya dibalas oleh penjelasan secara terperinci meliputi kronologis peristiwa dan hal-hal menyangkut alur mekanisme penangkapan yang disampaikan secara resmi kepada pemerintah Indonesia.

Keterbukaan semacam ini tentu diperlukan guna menumbuhkan sikap saling percaya antara negara bertetangga.

https://nasional.kompas.com/read/2021/12/02/06000021/nelayan-indonesia-australia-dan-riwayat-permasalahan-di-perairan

Terkini Lainnya

Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Nasional
Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Nasional
Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Nasional
Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Nasional
Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Nasional
Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Nasional
Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Selain Menteri PDI-P, Menteri dari Nasdem dan 2 Menteri PKB Tak Ikut Buka Puasa Bersama Jokowi

Selain Menteri PDI-P, Menteri dari Nasdem dan 2 Menteri PKB Tak Ikut Buka Puasa Bersama Jokowi

Nasional
Imigrasi Bakal Tambah 50 'Autogate' di Bandara Ngurah Rai

Imigrasi Bakal Tambah 50 "Autogate" di Bandara Ngurah Rai

Nasional
Diminta Timnas Anies-Muhaimin Hadiri Sidang MK, Sri Mulyani Senyum dan Geleng-geleng Kepala

Diminta Timnas Anies-Muhaimin Hadiri Sidang MK, Sri Mulyani Senyum dan Geleng-geleng Kepala

Nasional
Imigrasi Terapkan SIMKIM di PLBN Buat Pantau Pelintas Batas

Imigrasi Terapkan SIMKIM di PLBN Buat Pantau Pelintas Batas

Nasional
Imigrasi Bakal Terapkan 'Bridging Visa' Buat WNA Sedang Urus Izin Tinggal

Imigrasi Bakal Terapkan "Bridging Visa" Buat WNA Sedang Urus Izin Tinggal

Nasional
Muncul Wacana Cak Imin Maju di Pilgub Jatim, Dewan Syuro PKB: Fokus Kawal MK

Muncul Wacana Cak Imin Maju di Pilgub Jatim, Dewan Syuro PKB: Fokus Kawal MK

Nasional
Seluruh Kantor Imigrasi Kini Layani Pembuatan Paspor Elektronik

Seluruh Kantor Imigrasi Kini Layani Pembuatan Paspor Elektronik

Nasional
KPK Sebut Nasdem Sudah Kembalikan Rp 40 Juta dari SYL

KPK Sebut Nasdem Sudah Kembalikan Rp 40 Juta dari SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke