Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
M. Ilham Gilang
dosen

Aktivis Muda NU
Dosen pada UIN Fatmawati Sukarno, Bengkulu
Meminati Kajian Sejarah Politik dan Keamanan

Nelayan Indonesia, Australia, dan Riwayat Permasalahan di Perairan

Kompas.com - 02/12/2021, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Peristiwa dibakarnya tiga kapal nelayan tradisional asal Indonesia oleh pihak keamanan Australia beberapa waktu lalu, menjadi pemberitaan berbagai media, khususnya media Australia.

ABC News (8/11) dalam artikel berjudul “Boats burnt, seafood seized in crackdown on illegal foreign fishing in Australian waters” merilis foto-foto yang memperlihatkan kapal nelayan tradisional asal Indonesia dalam keadaan terbakar.

Sebelumnya, pasukan perbatasan Australia melakukan operasi selama tiga hari setelah mendapat laporan dari warganya yang merasa resah atas hilir-mudik kapal nelayan asal Indonesia di sekitar perairan barat daya Australia.

Kabar ini pada mulanya membuat sejumlah ahli bertanya-tanya menyangkut lokasi persis peristiwa ditangkapnya nelayan asal Indonesia oleh pihak berwenang Australia.

Mengetahui lokasi peristiwa secara persis memang diperlukan, mengingat di antara Indonesia-Australia terdapat zona maritim yang belum diputuskan sebagai batas tunggal.

Kompleksitas pembagian Zona Maritim

I Made Andi Arsana, dosen Teknik Geodesi UGM dalam podcastnya beberapa waktu lalu, menjelaskan bahwa terdapat zona maritim “abu-abu” di perairan antara Indonesia-Australia.

Istilah abu-abu merujuk pada keberadaan salah satu zona maritim dengan identitas ganda.

Maksudnya, perairannya terdapat hak bagi Indonesia untuk melakukan pemanfaatan, sementara dasar lautnya berada dalam jangkauan pemanfaatan Australia.

Adanya status “dualisme” itu membuat Indonesia diperbolehkan melakukan aktivitas penangkapan ikan diarea (perairan) tersebut.

Sementara untuk sektor pemanfaatan kandungan minyak, gas (migas) dan organisme laut yang berada di dasar lautnya menjadi kewenangan Australia.

Selain itu, terdapat juga sepetak ruang maritim di barat daya Australia, yakni di kawasan Ashmore Reff.

Di area tersebut, nelayan tradisional Indonesia dipersilahkan untuk menangkap ikan.

Alasan diperbolehkannya nelayan Indonesia untuk menangkap ikan di kawasan Ashmore Reff, didasarkan pada pertimbangan bahwa sejak ratusan tahun silam (1725-1750), nelayan tradisional asal Indonesia sudah melaut dan menangkap ikan di kawasan tersebut. (James Fox, 2002).

Pemerintah Indonesia dan Australia lebih jauh mengatur hak-hak nelayan tradisional di kawasan tersebut dalam Memorandum Of Understanding Australia and the Government of the Republic of Indonesia Regarding the Operations of Indonesian Tradisional Fishermen in Areas of Australian Exclusive Fishing Zone and Continental Shelf, atau populer dikenal dengan MoU BOX 1974.

Meskipun kedua negara telah menyepakatinya, namun kenyataannya selalu berkata lain.

Ada keluhan dari sejumlah nelayan tradisional asal Indonesia yang kerap diintimidasi dan ditangkap saat melakukan aktivitas di zona tersebut.

Kemudian menjadi pertanyaan, di mana lokasi aktivitas nelayan yang ditangkap oleh petugas perbatasan Australia? Apakah dalam zona abu-abu, atau di kawasan Ashmore Reff?

Ternyata jawabannya tidak di keduanya. Nelayan Indonesia yang kapalnya ditangkap dan dibakar tersebut ternyata beraktivitas di kawasan konservasi Rowley Shoals Park (Perairan utara Australia).

Hal ini membuat pemerintah tidak dapat berbuat banyak. Pemerintah sadar akan kesalahan yang dilakukan oleh nelayan tradisional yang menembus terlalu jauh ruang maritim Australia.

Adapun kebijakan setiap negara terhadap nelayan asing yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal bisa berbeda-beda.

Indonesia, misalnya, tidak lagi melakukan pendekatan dengan cara penenggelaman kapal, melainkan dengan upaya pengambil-alihan.

Tahapannya, kapal terlebih dahulu diserahkan pada kejaksaan, untuk kemudian disumbangkan kepada nelayan di dalam negeri.

Bagaimanapun mekanismenya, penindakan terhadap para pelaku illegal fishing sejatinya merupakan implementasi dari upaya penegakan hukum dalam wilayah kedaulatan suatu negara.

Illegal fishing termasuk kedalam ancaman nonmiliter dan menempatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama, sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa (UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara).

Jelas bahwa setiap negara memiliki kewenangan menindak setiap pelanggaran oleh pihak asing yang secara ilegal mengambil sumber daya alamnya.

Di sisi lain, proses “eksekusi” yang dilakukan oleh otoritas keamanan Australia terhadap kapal nelayan tradisional beberapa waktu lalu, memang terjadi secara cepat.

Hal ini memunculkan anggapan jika Australia melakukan pembakaran kapal tersebut tanpa menempuh prosedur hukum terlebih dahulu.

Namun, hal lain yang tidak kalah pentingnya untuk dipertanyakan ialah sudah sejauh mana pemerintah mengupayakan suatu langkah untuk memberi pembekalan terhadap nelayan-nelayan tradisional agar kejadian serupa tidak terulang.

Pembekalan

Pembekalan terhadap nelayan sangat diperlukan sebagai ikhtiar untuk mencegah nelayan kita agar tidak menerobos ruang maritim negara lain.

Nelayan kita jangan lagi menjadi pihak yang datang dan pergi seenak hati di ruang maritim negara lain.

Nelayan kita harus mengetahui secara jelas konsekuensi hukum yang harus mereka hadapi bila melakukan kegiatan penangkalan ikan atau sumber daya laut lainnya secara ilegal.

Selain pembekalan mengenai risiko hukum, nelayan kita juga perlu diberikan edukasi tentang tipologi ruang maritim agar mengetahui apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan.

Lebih jauh supaya nelayan kita mengetahui batas perairan negara lain.

Banyaknya nelayan tradisional asal Indonesia yang ditangkap di luar negeri salah satunya disebabkan minimnya pengetahuan tentang batas wilayah perairan negara lain.

Sebagian kapal nelayan juga tidak dilengkapi alat navigasi dan komunikasi yang memadai.

Faktanya memang dalam beberapa tahun terakhir ini, begitu banyak nelayan kita yang tersandung masalah pelanggaran perbatasan dan penangkapan ikan ilegal yang berujung penahanan.

Kasus lainnya ialah adanya pemanfaatan nelayan lokal yang bekerja di kapal milik negara lain, tetapi melakukan operasi penangkapan di perairan Indonesia.

Hal ini membuat beban pemerintah dalam menginventarisasi persoalan menyangkut nelayan tradisional kita menjadi semakin kompleks.

Kasus penangkapan sumber daya laut secara ilegal yang menerpa banyak nelayan tradisional Indonesia jangan sampai menjadi masalah akut di tengah luas dan melimpahnya potensi kekayaan sumber daya laut yang kita miliki.

Sebagai negara maritim yang besar, sudah seharusnya nelayan kita dibekali sarana pendukung yang memadai.

Negara harus hadir di tengah lautan yang terhampar luas di bumi nusantara ini. Jangan sampai nelayan kita berlayar sendiri tanpa perlindungan, tanpa bekal edukasi dan tanpa perlengkapan navigasi.

Bagaimanapun, mereka adalah penerus aktivitas bahari yang sudah berlangsung selama ribuan tahun lamanya.

Kehadiran negara di tengah aktivitas pelayaran yang dilakukan nelayan tradisional bersifat mutlak.

Memimpikan kejayaan maritim tapi membiarkan nelayan kita mengais rezeki di ruang laut negara lain adalah suatu realitas yang kontradiktif.

Siapapun, termasuk mantan Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti boleh-boleh saja memuji langkah Australia yang bersikap tegas dalam menjaga kedaulatan perairannya.

Namun kita jangan menjadi pihak yang bersikap over simplifikasi dan memposisikan nelayan sebagai satu-satunya pihak yang layak untuk disalahkan.

Selain itu, informasi yang diperoleh sejauh ini masih sepihak dari pihak keamanan setempat yang diberitakan media Australia.

Pemerintah juga perlu melakukan investigasi dengan meminta keterangan dari sejumlah kru nelayan setibanya di tanah air.

Keterbukaan dan penjelasan

Dalam upaya penegakan kebijakan di perairannya, Australia sering kali memberikan keterangan yang bertolak belakang dengan pernyataan nelayan tradisional kita.

Negara itu dalam beberapa hal bersikap bias dalam penegakan hukum yang umumnya dijalankan secara sepihak.

Entah berapa jumlah kapal nelayan Indonesia yang telah dibakar petugas perbatasan Australia tanpa melakukan klarifikasi terlebih dahulu, dan tanpa penjelasan yang gamblang.

Bahkan ada suatu kasus penangkapan terhadap nelayan kita yang syarat akan rekayasa.

Salah satu contohnya terjadi pada tahun 2018 lalu, saat nelayan dari NTT berlayar dan menangkap ikan di perairan Indonesia berdasarkan data GPS, malah kemudian didatangi otoritas perbatasan Australia dan sengaja digiring ke perairannya.

Hal itu dilakukan untuk membuktikan bahwa nelayan tersebut telah melanggar perbatasan.

Lebih jauh mundur ke belakang, kita tentu masih ingat saat Australia gencar melakukan operasi pembersihan perairan (Clean Water Operation).

Saat itu, satu nelayan kita (Muhamad Heri) meninggal dalam masa penahanan setelah sebelumnya ditangkap pihak berwenang Australia atas tuduhan pelanggaran perbatasan.

Kasus-kasus tadi hanyalah beberapa contoh tentang permasalahan yang pernah dialami oleh nelayan tradisional kita dengan aparat keamanan perbatasan Australia.

Kita memang harus menjunjung dan menghormati pada setiap upaya penegakan kedaulatan yang dilakukan negara lain.

Namun, penghormatan tersebut juga selayaknya dibalas oleh penjelasan secara terperinci meliputi kronologis peristiwa dan hal-hal menyangkut alur mekanisme penangkapan yang disampaikan secara resmi kepada pemerintah Indonesia.

Keterbukaan semacam ini tentu diperlukan guna menumbuhkan sikap saling percaya antara negara bertetangga.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Nasional
Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Nasional
Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Nasional
Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Nasional
Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Nasional
Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Nasional
Dewas Ungkap Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Dewas Ungkap Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Nasional
Nasdem-PKS Jajaki Kerja Sama di Pilkada DKI, Termasuk Opsi Usung Anies

Nasdem-PKS Jajaki Kerja Sama di Pilkada DKI, Termasuk Opsi Usung Anies

Nasional
KPK Duga Hakim Agung Gazalba Saleh Cuci Uang Rp 20 Miliar

KPK Duga Hakim Agung Gazalba Saleh Cuci Uang Rp 20 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com