JAKARTA, KOMPAS.com - Polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendekati babak akhir.
Lembaga antirasuah itu memberhentikan dengan hormat 56 pegawai yang tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) besok, Kamis (30/9/2021).
Para pegawai KPK itu diharuskan meninggalkan kantor pada 30 September. Sejak 1 Oktober, mereka tak lagi berkantor di KPK.
Adapun pegawai KPK tak lolos TWK mesti diberhentikan karena dianggap tidak memenuhi syarat alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Ketentuan alih status tersebut diatur dalam revisi Undang-Undang KPK yaitu UU Nomor 19 Tahun 2019.
Namun syarat alih status melalui TWK diatur oleh Pimpinan KPK dengan menggunakan Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021.
Koalisi masyarakat sipil menilai penyelenggaraan TWK bermasalah. Sebab hasil rekomendasi Ombudsman menunjukan adanya tindakan maladministrasi pada asesmen tes tersebut.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga telah menyatakan bahwa ada pelanggaran HAM dalam penyelenggaraan TWK.
Presiden Joko Widodo didesak untuk mengambil sikap guna menyelesaikan polemik di tubuh lembaga antirasuah itu.
Desakan muncul pasca putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyebut bahwa tindak lanjut hasil TWK merupakan kewenangan pemerintah.
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yakin Jokowi akan segera bersikap untuk menyelesaikan polemik TWK.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman optimis Jokowi akan bersikap dengan mempertimbangkan aspirasi masyarakat yang berharap 56 pegawai KPK tak diberhentikan.
“Saya yakin Pak Jokowi mendengarkan aspirasi ini, memperhatikan dengan cermat dan akan mengambil langkah yang terukur untuk menyelamatkan pemberantasan korupsi,” terangnya pada Kompas.com, Selasa (28/9/2021).
Ia mengungkapkan saat ini Jokowi masih bungkam untuk mencermati dan mempertimbangkan pengambilan sikap dengan bijak.
Pendapat berbeda disampaikan Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra dalam diskusi virtual yang diadakan Indonesia Corruption Watch (ICW).
Azra menilai Jokowi tidak akan bersikap karena tidak tertarik dengan polemik TWK pegawai KPK.
Ketidaktertarikan itu, lanjut Azra, nampak dari pidato kenegaraan Jokowi dalam Sidang Tahunan MPR/DPR 16 Agustus 2021 di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat.
“Saya kira Presiden Jokowi tidak menunjukan minat pada KPK, tidak hanya soal TWK, tapi dalam pidato kenegaraannya juga tak menyinggung soal korupsi,” ungkapnya.
Azra juga menduga bahwa pernyataan Jokowi terkait polemik TWK pegawai KPK hanya lip service semata.
Baca juga: Azyumardi Azra: Jokowi Tak Minat dengan KPK, Pidato Kenegaraannya Tak Singgung soal Korupsi
Sebab Jokowi diam saja ketika Pimpinan KPK memutuskan untuk memberhentikan 56 pegawai berstatus Tak Memenuhi Syarat (TMS) menjadi ASN.
“Bahkan dalam pernyataannya terakhir mengatakan apa-apa kok dibawa ke saya, ya siapa lagi yang mesti menyelesaikan,” imbuh dia.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam berharap Jokowi mengambil sikap berdasarkan konstitusi, HAM, dan pernyataannya sendiri.
“Kita lihat apa yang akan dilakukan Presiden sampai hari H. Semoga Presiden berpegang teguh pada konstitusi, HAM, dan pernyataannya sendiri,” tutur dia.
Baca juga: Ada Penistaan HAM dan Malaadministrasi dalam TWK KPK, Jokowi Diminta Segera Bersikap
Anam menjelaskan, rekomendasi Komnas HAM yang telah diterima Jokowi dapat menjadi dasar yang sah untuk mengambil sikap.
Selain itu Jokowi juga pernah meminta agar TWK tidak menjadi satu-satunya syarat alih status pegawai KPK.
Komnas HAM sebenarnya berharap dapat bertemu Jokowi untuk menjelaskan langsung rekomendasi yang diberikan. Namun hingga saat ini, pihak Istana Negara belum memberikan konfirmasi apakah pertemuan itu dapat dihelat atau tidak.
“Belum (dapat konfirmasi), tetapi karena inti substansi dari Komnas HAM sudah disampaikan, maka Presiden sudah dapat mengambil langkah konstitusional berdasarkan hasil Komnas HAM,” pungkas nya.
Terakhir Jokowi berkomentar soal persoalan ini adalah pada pertemuannya dengan sejumlah pemimpin redaksi media massa, Kamis (16/9/2021). Saat itu Jokowi enggan berkomentar panjang.
Saa itu ia menyatakan menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Karena itu, Jokowi memilih menunggu keputusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) dan MA mengenai persoalan tersebut.
Baca juga: 56 Pegawai KPK Dipecat, Jokowi: Jangan Apa-apa Ditarik ke Presiden
Jokowi pun mengatakan, pihak berwenang yang berhak menjawab persoalan alih status pegawai KPK adalah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PANRB).
Oleh karena itu, Jokowi mengingatkan agar segala persoalan jangan kemudian selalu dilimpahkan atau ditarik ke presiden.
"Jangan apa-apa ditarik ke Presiden. Ini adalah sopan-santun ketatanegaraan. Saya harus hormati proses hukum yang sedang berjalan," ucap Jokowi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.