Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/09/2021, 10:52 WIB
Irfan Kamil,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) menguntungkan pegawai.

Sebab, melalui putusan tersebut MK kembali menegaskan bahwa proses alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN) tidak boleh merugikan pegawai. Artinya, pegawai yang dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) tidak dapat diberhentikan dan harus dilantik sebagai ASN.

"Dengan demikian, putusan ini menurut saya menguntungkan pegawai KPK yang telah dinyatakan tidak lulus tes wawasan kebangsaan, karena bagaimanapun proses alih status pegawai itu harusnya tidak merugikan pegawai KPK berupa pemberhentian," ujar Feri kepada Kompas.com, Selasa (31/8/2021).

Baca juga: Saat 4 Hakim MK Berpandangan Alih Status Pegawai KPK Bukan Seleksi Calon ASN

Sebelumnya, MK menolak permohonan uji materi UU KPK terkait peralihan status pegawai menjadi ASN. Permohonan uji materi diajukan oleh Direktur Eksekutif KPK Watch Indonesia Yusuf Sahide.

Pemohon mempersoalkan pelaksanaan TWK yang dijadikan dasar pelaksanaan alih status. Padahal mekanisme TWK tidak diatur dalam undang-undang.

Meski menolak, empat hakim MK memiliki opini berbeda (concurring opinion). Mereka berpandangan alih status pegawai KPK menjadi ASN aparatur sipil negara (ASN) seharusnya dilihat sebagai peralihan, bukan seleksi pegawai baru.

Dengan demikian, peralihan status menjadi ASN merupakan hak hukum bagi penyelidik, penyidik dan pegawai KPK, berdasarkan UU KPK.

Feri menjelaskan, concurring opinion artinya keempat hakim MK itu setuju dengan putusan tetapi memiliki alasan yang berbeda dan harus digunakan sebagai bagian dari putusan.

Oleh sebab itu, menurut Feri, putusan kali ini menegaskan sikap MK pada putusan sebelumnya, Nomor 70/PUU-XVII/2019, bahwa proses alih status yang merugikan pegawai KPK itu inkonstitusional.

"Sebab menurut Hakim Konstitusi dalam putusan ini jelas tidak diperbolehkan merugikan pegawai KPK dalam keadaan apa pun," ujar Feri.

Baca juga: MK Putuskan Tolak Permohonan Uji Materi UU KPK Soal Alih Status Pegawai Jadi ASN

Adapun keempat Hakim MK yang memiliki opini berbeda yakni Saldi Isra, Wahiduddin Adams, Suhartoyo dan Enny Nurbaningsih.

"Perubahan status tersebut harus dipandang sebagai sesuatu peralihan status, bukanlah seleksi calon pegawai baru," kata Saldi, saat membacakan concurring opinion saat sidang putusan, Selasa (31/8/2021).

Saldi berpandangan, proses peralihan tersebut harus dilakukan terlebih dahulu. Setelah penyelidik, penyidik dan pegawai KPK mendapat status ASN, KPK dapat melakukan berbagai bentuk tes terkait penempatan dalam struktur organisasi.

Ia menuturkan, norma dalam Pasal 69B dan Pasal 69C seharusnya dimaknai sebagai pemenuhan hak konstitusional  penyelidik, penyidik dan pegawai KPK, untuk dialihkan statusnya sebagai pegawai ASN.

Selain itu, Saldi mengatakan, MK menyatakan status pegawai KPK secara hukum menjadi ASN karena berlakunya UU KPK. Hal ini tercantum dalam putusan Nomor 70/PUU-XVII/2019.

Baca juga: Hakim MK: Alih Status Pegawai KPK Jadi ASN Harus Dipandang Peralihan, Bukan Seleksi Pegawai Baru

Oleh karena itu, dalam UU KPK ditentukan berlakunya penyesuaian peralihan status kepegawaian KPK paling lama dua tahun sejak UU berlaku.

"Artinya bagi pegawai KPK menjadi pegawai ASN bukan atas keinginan sendiri, tetapi merupakan perintah Undang-Undang in casu Undang-Undang 19/2019," ungkapnya.

Kemudian Saldi menegaskan, peralihan status menjadi ASN merupakan hak hukum bagi penyelidik, penyidik dan pegawai KPK, berdasarkan UU KPK. Selain itu, pengalihan status tidak boleh merugikan hak pegawai untuk diangkat menjadi ASN dengan alasan apa pun. 

"Sebab, para pegawai KPK selama ini telah mengabdi di KPK dan dedikasinya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi tidak diragukan," kata Saldi.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Ditanya soal Keberadaan Syahrul Yasin Limpo usai Kembali ke Tanah Air, Waketum Nasdem: Belum Tahu

Ditanya soal Keberadaan Syahrul Yasin Limpo usai Kembali ke Tanah Air, Waketum Nasdem: Belum Tahu

Nasional
Mentan Syahrul Yasin Limpo Kembali ke Tanah Air, Febri Diansyah Merapat ke Nasdem Tower

Mentan Syahrul Yasin Limpo Kembali ke Tanah Air, Febri Diansyah Merapat ke Nasdem Tower

Nasional
Wakil Menteri Mengaku Tidak Tahu Ada BUMN Jual Senjata ke Myanmar

Wakil Menteri Mengaku Tidak Tahu Ada BUMN Jual Senjata ke Myanmar

Nasional
PDI-P Sebut Semua Kunjungan Ganjar, Termasuk ke Surabaya Dilaporkan ke TPN

PDI-P Sebut Semua Kunjungan Ganjar, Termasuk ke Surabaya Dilaporkan ke TPN

Nasional
Enggan Tanggapi Isu 'Reshuffle', Sekjen PDI-P Singgung Komunikasi Jokowi dengan Ketum Parpol Pengusung

Enggan Tanggapi Isu "Reshuffle", Sekjen PDI-P Singgung Komunikasi Jokowi dengan Ketum Parpol Pengusung

Nasional
Pilkada Akan Dimajukan, Pemerintah Buka Opsi Revisi UU

Pilkada Akan Dimajukan, Pemerintah Buka Opsi Revisi UU

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Ganjar Pranowo, Memori Merapi, dan Mbah Maridjan

GASPOL! Hari Ini: Ganjar Pranowo, Memori Merapi, dan Mbah Maridjan

Nasional
Bertemu Kaesang Besok, Puan: Saya Selalu Membuka Diri

Bertemu Kaesang Besok, Puan: Saya Selalu Membuka Diri

Nasional
Komnas HAM Diminta Selidiki 3 BUMN Diduga Jual Senjata ke Junta Militer Myanmar

Komnas HAM Diminta Selidiki 3 BUMN Diduga Jual Senjata ke Junta Militer Myanmar

Nasional
Antusiasnya Warga Kampung Pengarengan Sambut Blusukan Kaesang, Berebut Foto Bersama

Antusiasnya Warga Kampung Pengarengan Sambut Blusukan Kaesang, Berebut Foto Bersama

Nasional
Harap Hasil Positif, PDI-P Ungkit Hubungan Historis dengan Jusuf Kalla Pilpres 2014

Harap Hasil Positif, PDI-P Ungkit Hubungan Historis dengan Jusuf Kalla Pilpres 2014

Nasional
Keselamatan dan Jam Kerja Aman, PGN Sabet 14 Penghargaan Keselamatan Migas 2023

Keselamatan dan Jam Kerja Aman, PGN Sabet 14 Penghargaan Keselamatan Migas 2023

Nasional
Hasto Sebut Megawati Tugaskan Puan Temui Kaesang

Hasto Sebut Megawati Tugaskan Puan Temui Kaesang

Nasional
Eks Kiper di Bandung Diduga Jadi Perantara Uang “Pengamanan” Rp 66 M di Kasus BTS

Eks Kiper di Bandung Diduga Jadi Perantara Uang “Pengamanan” Rp 66 M di Kasus BTS

Nasional
Kaget Mahfud Sebut Mentan Syahrul Tersangka, Sahroni: Sejak Kapan Menko Jadi Jubir KPK?

Kaget Mahfud Sebut Mentan Syahrul Tersangka, Sahroni: Sejak Kapan Menko Jadi Jubir KPK?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com