Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Amendemen UUD 1945 Dinilai Elitis, Belum Libatkan Publik secara Luas

Kompas.com - 27/08/2021, 05:55 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dinilai elitis dan belum melibatkan publik secara luas. Padahal perubahan konstitusi merupakan hal penting karena terkait sistem ketatanegaraan.

Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP UI Aditya Perdana menilai, pemerintah dan partai politik di parlemen saat ini belum terbuka dan enggan untuk memperdebatkan wacana amendemen.

"Pemerintah dan koalisi parpol (pendukung) pemerintah terkesan masih belum terbuka dan masih alergi untuk memperdebatkan hal ini sebagai isu yang penting," kata Aditya, melalui keterangan pers yang diterima Kompas.com, Kamis (26/8/2021).

Baca juga: Mahfud: Pemerintah Tak Ikut Campur soal Amendemen UUD 1945

Aditya menyoroti pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan pimpinan partai politik koalisi pendukung pemerintah, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (25/8/2021).

Saat memberikan keterangan seusai pertemuan, Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Johnny G Plate menegaskan, wacana amendemen UUD 1945 tidak dibahas dalam pertemuan tersebut.

Johnny mengatakan, ada lima topik yang dibahas dalam pertemuan tersebut yakni terkait penanganan pandemi Covid-19, perekonomian nasional, strategi ekonomi dan bisnis negara, otonomi daerah dan ibu kota negara.

Namun, Aditya menduga rencana amendemen konstitusi juga dibahas dalam pertemuan tersebut. "Dugaan saya, arah pembicaraan koalisi memang terkait dan memiliki relasi yang kuat dengan agenda amendemen tersebut karena topiknya beririsan," kata dia.

Baca juga: Nasdem Sebut Pertemuan Jokowi dan Petinggi Parpol Tak Bahas Amendemen

Selain itu, Aditya mengatakan, pertemuan antara Jokowi dan pimpinan parpol juga berdekatan dengan mencuatnya isu amendemen di media massa.

Menurut Aditya, wacana amendemen konstitusi saat ini mudah untuk direalisasikan. Pasalnya, mayoritas fraksi di parlemen telah tergabung dalam koalisi pendukung pemerintah.

Kendati demikian, wacana tersebut masih mungkin menuai resistensi yang tinggi dari publik. Apalagi dengan situasi kepercayaan politik terhadap Presiden Jokowi belum sepenuhnya kuat.

"Sentimen negatif dari isu amendemen ini berada dalam posisi yang krusial. Untuk mengatasinya, apabila ada solusi perubahan ketatanegaraan melalui amendemen konstitusi, maka itu dapat diperdebatkan secara serius dengan melibatkan partisipasi publik yang meluas," kata Aditya.

Menetapkan haluan negara

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tengah mengkaji amendemen UUD 1945 terkait Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan, penyusunan hasil kajian itu diharapkan rampung pada awal 2022.

Menurut dia, amendemen konstitusi dilakukan secara terbatas dengan penambahan dua ayat atau ketentuan.

"Sehingga, amandemen terbatas tidak akan mengarah kepada hal lain di luar PPHN," kata Bambang, Jumat (20/8/2021).

Baca juga: MPR Kaji Penambahan Dua Ketentuan dalam Amendemen UUD 1945

Penambahan ketentuan itu terkait kewenangan MPR untuk mengubah dan menetapkan haluan negara, yakni dengan menambah satu ayat pada Pasal 3 UUD 1945.

Bambang mengatakan, PPHN dibutuhkan sebagai pedoman atau arah penyelenggaraan negara. Dengan begitu, Bangsa Indonesia tak lantas berganti haluan setiap pergantian presiden-wakil presiden.

Ia mengatakan, usulan untuk mengadakan PPHN sebagai arah pembangunan nasional merupakan rekomendasi MPR periode 2009-2014 dan 2014-2019.

 

Kemudian penambahan ayat pada Pasal 23 yang mengatur kewenangan DPR untuk menolak RUU APBN yang diajukan presiden apabila tidak sesuai dengan haluan negara.

Baca juga: PPP Ingin Proses Amendemen UUD 1945 Tidak Tergesa-gesa

Dikutip dari Kompas.id, Selasa (29/6/2021), Bambang mengatakan, kewenangan DPR menolak RUU APBN dibutuhkan untuk menjaga kesinambungan pembangunan.

Contohnya, ketika pemerintah mengalokasikan anggaran untuk memindahkan ibu kota negara, maka pada pemerintahan selanjutnya, siapa pun presidennya harus meneruskan program tersebut.

"Jangan nanti ganti pemerintah atau ganti presiden maka ganti haluan kebijakan. Pengganti Pak Jokowi, misalnya, meneruskan pemindahan ibu kota. Jangan sampai sekarang kita mengeluarkan effort yang besar untuk program itu, kemudian diubah kebijakannya, sementara kita sudah mengeluarkan energi besar untuk itu,” kata Bambang.

Sementara itu, sejumlah partai politik berpandangan rencana amendemen konstitusi mesti dipikirkan secara matang dan dinilai tidak tepat dilakukan di tengah pandemi Covid-19.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com