Ketika saya tanya kenapa dia masih mau berkutat di kegiatan sosial semacam itu padahal bisnisnya tengah meredup?
Dengan enteng mereka menjawab tengah menerima proposal bisnis dari Sang Pencipta. Kesanggupan menjalankan usaha dijalan-Nya itu sungguh asyik dan melarutkan fokus bisnisnya yang tidak semata mengejar profit duniawi.
Dari anak muda yang berkarir sebagai pekerja media, saya juga mengambil pelajaran bahwa kesulitan hidup karena pandemi tidak boleh menyurutkan akal kreativitas.
Pemotongan gaji bulanan yang diterapkan di tempatnya bekerja serta luangnya waktu karena kebijakan bekerja di rumah dimanfaatkan dengan berjualan siomay dan burger.
Dia tidak malu mengantar pesanan dari para pembelinya dengan kendaraan roda duanya. Walau sudah menamatkan pascasarjananya, anak muda ini punya kehebatan di mata saya. Gigih dan tidak risi menyikapi hidup.
Seorang sahabat yang lain, lulusan perguruan tinggi negeri terkemuka di tanah air, rela menjadi pengemudi ojek online karena dia tidak mau terlilit pinjaman online walau duit tiap hari semakin cekak.
Tidak ada kata malu. Ia merasa bermartabat karena telah berusaha dengan maksimal dan halal.
Mungkin karena jiwanya yang begitu idealis sepanjang kami kuliah dulu hingga sekarang, dia mengaku lebih bahagia ketimbang menjadi ketua salah satu dewan perwakilan rakyat yang begitu gigih merenovasi dumah dinasnya berbiaya Rp 5,6 miliar di tengah kesusahan rakyatnya di masa pandemi.
Jangan putus asa karena kita diberi karunia akal pikiran. Gunakan kesempatan dan cari peluang sebanyak mungkin.
Justru selama mengurung diri dalam rumah kita masih diberi rezeki yang tak ternilai: kesehatan dan tidak matinya akal sehat.
Kesempatan bercengkerama bersama keluarga, membaca koleksi buku yang belum sempat dibaca, merawat tanaman Miana, mengajar dan menjadi pembicara di berbagai webinar, melipat baju-baju kering usai dijemur, mencuci peralatan rumah tangga serta terus manyapa dan saling mendoakan baik kepada sahabat maupun kerabat adalah rutinitas harian yang kudu dijalani.
Teruslah berpikir dan bertindak mencari terobosan.
Bosan? Pastilah karena perasaan bosan itu selalu ada dan sangat manusiawi. Hamparkan sajadah dan berkomunikasilah dengan Sang Pemberi Kehidupan.
Vibrasi-vibrasi komunikasi dengan Tuhan Sang Penentu Kehidupan justru harus kita gencarkan. Mengetuk langit tanpa jeda sembari meminta wabah cepatlah berlalu.
Sekali lagi, hidup kita semuanya memang sedang tidak baik-baik saja tetapi sejatinya hidup itu harus diperjuangkan!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.