Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Pandemi dan Mereka yang Berjuang Mencari Peluang

Kompas.com - 22/08/2021, 17:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

DI masa pandemi Covid-19 ini satu persatu sahabat saya dipanggil ke hadirat-Nya.

Maut datang begitu cepat. Pagi hari kami riuh rendah bercanda membahas kekonyolan saat bekerja bersama di salah satu stasiun televisi swasta di grup obrolan sebuah linimasa, malamnya kami tersentak kaget. Seorang sahabat berpulang tanpa pamit.

Demikian juga dengan sahabat yang lain. Ajal menjemputnya saat kakak kandungnya berkoar-koar di berbagai forum menyatakan bahwa pagebluk ini adalah konspirasi internasional.

Tidak hanya sahabat, kerabat terdekat pun menerima takdir serupa. Kebahagian keluarga kecilnya terkoyak.

Ia berjuang lama untuk mendapatkan keturunan. Ketika Si Kecil hadir di tengah keluarga, Si Ibu yang adalah sepupu saya ini harus pergi selama-lamanya. Suaminya kini seorang diri membesarkan anaknya yang masih balita. 

Tidak hanya kerabat, sahabat, tetangga, tetapi juga tokoh-tokoh bangsa, pesohor, ataupun sosok individu yang tidak kita kenal, satu persatu tutup usia karena wabah. Batas antara kehidupan dan kematian seolah tanpa sekat.

Kematian serasa hanyalah menunggu giliran, ibarat antrean warga yang berkepentingan dengan urusan administrasi kependudukan di kantor kelurahan. Satu persatu menunggu panggilan.

Bagi yang permukimannya berjarak selemparan hasta dengan lokasi pemakaman umum, suara sirene kendaraan ambulans seperti koor tanpa jeda. Meraung-raung meminta jalan agar cepat bisa mengubur jenazah.

Demikian juga dengan sirene yang memekakkan daun telinga, saat ambulans antre masuk rumah sakit. Semuanya terburu-buru menyelamatkan nyawa guna mendapatkan pertolongan.

Suara sirene, bendera kuning, pemberitahuan dadakan lewat pengeras suara di masjid dan kabar duka di linimasa seolah menjadi ritual harian. 

Lansekap kehidupan kita berubah total. Suasana jalan semakin lengang. Lalu lalang di jalan semakin berkurang. Silaturahmi semakin jarang. Kita lebih banyak mengurung diri di rumah.

Runtuhnya kehidupan kami

Tidak hanya ajal dan penyakit yang tidak kita ketahui kapan tibanya, penopang kehidupan pun ikut goyah karena pandemi.

Jika yang bestatus pegawai negeri maka masih lumayalah mengamankan asap terus mengepul di dapur.

Sementara yang bekerja di perusahaan swasta, menerima pasrah keputusan pemotongan upah karena memang pendapatan perusahaan merosot drastis.

Tetapi bagi kami yang bersatus partikelir tanpa kantor, yang berjibaku dengan usaha sendiri, melihat wabah seperti momok yang menyeramkan.

Bagi yang bisa survive, pandemi harus disiasati dengan penghematan atau terpaksa menjual aset yang ada.

Menjual aset di masa sekarang pun bukan perkara mudah karena sulitnya mencari pembeli yang sanggup membayar dengan harga normal. Terpaksa barang yang dijajakan terjual dengan harga di bawah pasaran.

Sementara yang tidak beruntung, kehidupan ekonominya benar-benar tercerabut. Pemutusan hubungan kerja (PHK) atau dipecat dari tempatnya bekerja serta usaha pedagang kecil yang gulung tikar adalah realitas yang tak bisa ditolak oleh sebagian kita.

Pagebluk ini juga membuat sahabat-sahabat saya yang bergerak di sektor swasta sulit mengais rezeki. Tender hampir tidak ada lagi. Pekerjaan sub-kontrak juga hilang. Semua serba sulit.

Seorang bekas pramugari maskapai nasional yang membuka usaha warung makan di Tarakan, Kalimantan Utara, mengaku pendapatan hariannya terus merosot tajam karena daerahnya terus menerus masuk dalam zona merah pandemi.

Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berseri-seri menjadi lonceng kematian usahanya. Belum lagi para karyawannya yang begiliran terkena Covid.

Salah satu alumni fakultas ilmu-ilmu murni di sebuah kampus negeri di Depok yang telah lama di-PHK dari tempatnya bekerja memilih mengajar di bimbingan tes. Sejak pandemi ia banting stir jualan kue kering.

Tempatnya  mengajar di bimbingan tes tidak lagi mendapatkan siswa baru. Selain terkena larangan mengadakan kegiatan dengan alasan protokol kesehatan, orangtua dari siswa pun kini kesulitan membiayai les ekstra kurikuler tersebut. Orang tua siswa memilih anak-anaknya belajar sendiri di rumah demi penghematan.

Apakah kita menyerah?

Dari seekor burung, kita bisa tahu bagaimana gigihnya mencari pakan. Dari pagi buta hingga malam, ia terus ke sana ke mari mencari peluang untuk kehidupannya.

Dari semak belukar kita bisa berkhidmat, walau tumbuh tidak terawat tetapi bisa hidup dan berpinak ke mana-mana. Alam memberikan petunjuk bahwa hidup harus diperjuangkan. Jangan pernah menyerah.

Kemarin kita boleh mengibarkan bendera putih tanda menyerah, tetapi hari ini kita kibarkan bendera warna-warni sebagai isyarat kebangkitan diri.

Seorang sahabat saya asal Malang, Jawa Timur punya kisah nyentrik. Sebelum pandemi beragam usahanya berkembang pesat. Ia mengerjakan puluhan proyek. Ia pun terus mengembangkan usaha-usaha lain. Ladang usahanya tumbuh di mana-mana.

Begitu wabah melanda, satu persatu usahanya merugi. Dia tidak mem-PHK karyawannya, karena tidak tega dengan nasib keluarga anakbuahnya.

Saat Pemerintah Kota Malang, Jawa Timur, kelimpungan karena kesulitan mengadakan vaksinasi, justru sahabat saya ini memanfaatkan semua jaringannya untuk menggelar vaksinasi.

Awal Agustus kemarin sekitar 2.500 warga Malang mendapat vaksinasi. Ia melibatkan 200 relawan dan panitia. Semua kebutuhan pelaksanaan disediakan termasuk segelas kopi hangat dari Social Palace untuk warga yang telah divaksin. Social Palace ini adalah kafe dan resto milik sahabat saya, pasangan suami istri Arifin dan Dewi

Ketika saya tanya kenapa dia masih mau berkutat di kegiatan sosial semacam itu padahal bisnisnya tengah meredup?

Dengan enteng mereka menjawab tengah menerima proposal bisnis dari Sang Pencipta. Kesanggupan menjalankan usaha dijalan-Nya itu sungguh asyik dan melarutkan fokus bisnisnya yang tidak semata mengejar profit duniawi.

Dari anak muda yang berkarir sebagai pekerja media, saya juga mengambil pelajaran bahwa kesulitan hidup karena pandemi tidak boleh menyurutkan akal kreativitas.

Pemotongan gaji bulanan yang diterapkan di tempatnya bekerja serta luangnya waktu karena kebijakan bekerja di rumah dimanfaatkan dengan berjualan siomay dan burger.

Dia tidak malu mengantar pesanan dari para pembelinya dengan kendaraan roda duanya. Walau sudah menamatkan pascasarjananya, anak muda ini punya kehebatan di mata saya. Gigih dan tidak risi menyikapi hidup.

Seorang sahabat yang lain, lulusan perguruan tinggi negeri terkemuka di tanah air, rela menjadi pengemudi ojek online karena dia tidak mau terlilit pinjaman online walau duit tiap hari semakin cekak.

Tidak ada kata malu. Ia merasa bermartabat karena telah berusaha dengan maksimal dan halal.

Mungkin karena jiwanya yang begitu idealis sepanjang kami kuliah dulu hingga sekarang, dia mengaku lebih bahagia ketimbang menjadi ketua salah satu dewan perwakilan rakyat yang begitu gigih merenovasi dumah dinasnya berbiaya Rp 5,6 miliar di tengah kesusahan rakyatnya di masa pandemi.

Jangan putus asa karena kita diberi karunia akal pikiran. Gunakan kesempatan dan cari peluang sebanyak mungkin.

Justru selama mengurung diri dalam rumah kita masih diberi rezeki yang tak ternilai:  kesehatan dan tidak matinya akal sehat.

Kesempatan bercengkerama bersama keluarga, membaca koleksi buku yang belum sempat dibaca, merawat tanaman Miana, mengajar dan menjadi pembicara di berbagai webinar, melipat baju-baju kering usai dijemur, mencuci peralatan rumah tangga serta terus manyapa dan saling mendoakan baik kepada sahabat maupun kerabat adalah rutinitas harian yang kudu dijalani.

Teruslah berpikir dan bertindak mencari terobosan.

Bosan? Pastilah karena perasaan bosan itu selalu ada dan sangat manusiawi. Hamparkan sajadah dan berkomunikasilah dengan Sang Pemberi Kehidupan.

Vibrasi-vibrasi komunikasi dengan Tuhan Sang Penentu Kehidupan justru harus kita gencarkan. Mengetuk langit tanpa jeda sembari meminta wabah cepatlah berlalu.

Sekali lagi, hidup kita semuanya memang sedang tidak baik-baik saja tetapi sejatinya hidup itu harus diperjuangkan!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com