Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks Napi Korupsi Dinilai Bukan Sosok Berintegritas Jadi Komisaris Anak Usaha BUMN

Kompas.com - 06/08/2021, 15:47 WIB
Tatang Guritno,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan narapidana kasus korupsi dinilai bukankah sosok yang punya integritas untuk menjadi komisaris anak usaha Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Sebab, menurut peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman seorang komisaris punya tugas untuk mengawasi para direksi.

Sehingga fungsi pengawasan dianggap tidak akan berjalan jika sosok yang dipilih adalah mantan pelaku tindak pidana korupsi.

"Bagaimana mungkin orang yang pernah punya persoalan integritas ditempatkan sebagai pengawas dari anak perusahaan BUMN," tutur Zaenur dihubungi Kompas.com, Jumat (6/8/2021).

Baca juga: Penunjukkan Eks Terpidana Korupsi Jadi Komisaris BUMN Dianggap Langgar Core Value AKHLAK

Hal itu disampikan Zaenur menanggapi Emir Moeis, mantan anggota DPR Fraksi PDI-P yang terbukti menerima suap pada 2014 lalu, yang saat ini menjadi komisaris PT Pupuk Iskandar Muda (PIM).

PIM diketahui merupakan anak perusahaan PT Pupuk Indonesia (Persero).

"Kita tahu perusahaan itu bukan perusahaan kecil, jadi menurut saya itu ironis. Bagaimana mungkin eks terpidana korupsi ditempatkan sebagai pengawas, orang yang memiliki masalah integritas tidak tepat ditempatkan sebagai pengawas," kata Zaenur.

Lebih lanjut, Zaenur meminta agar Kementerian BUMN turun tangan untuk mengambil kebijakan terkait pengangkatan tersebut.

"Pertama, harus ada koreksi dari Kementerian BUMN dengan menggantikannya dengan orang lain yang tidak memiliki catatan integritas di masa lalu, orang yang profesional dan bersih," kata dia.

Baca juga: Perjalanan Emir Moeis, Sejak Terjerat Korupsi hingga Kini Jadi Komisaris PT Pupuk Iskandar Muda

Selain mengganti, lanjut Zaenur, Kementerian BUMN harus membuat aturan terkait kriteria apa saja yang mesti dimiliki oleh seorang Komisaris BUMN.

"Yang perlu dilakukan Kementerian BUKN adalah membuat standar tentang bagaimana kriteria komisaris perusahaan BUMN, yang salah satu kriterianya adalah memiliki integritas yang baik," ucap dia.

Diketahui pada tahun 2014 Emir Moeis divonis penjara 3 tahun dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan penjara.

Majelis hakim menilai Emir terbukti menerima suap sebesar 357.000 dolar AS dari konsorsium Alstom Power Incorporated Amerika Serikat.

Baca juga: Kementerian BUMN Diminta Jelaskan Alasan Penunjukan Emir Moeis sebagai Komisaris

Suap itu diberikan pada Emir agar PT Alstom Power Incorporated dapat menjadi pemenang tender pembangunan PLTU Tarahan, Lampung.

Saat itu Emir menjabat sebagai Komisi VII DPR dan membantu PT Alstom Power Incorporated terpilih sebagai perusahaan yang menggarap proyek tersebut.

Kala itu hakim menilai Emir yang menjabar sebagai anggota Komisi VII menerima 357.000 dolar AS dari PT Alstom Power Incorporated Amerika Serikat dan Marubeni Incorporate asal Jepang melalui Presiden Pacific Resources Inc. Pirooz Muhammad Sarafi.

Hakim menjelaskan bahwa Emir terbukti menerima suap dari konsorsium Alstom melalui rekening perusahaan milik anaknya yaitu PT Arta Nusantara Utama.

Suap itu diberikan agar PT Alstom Power Incorporated dapat menjadi pemenang tende pembangunan PLTU Tarahan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com