"Jadi DPD surat suaranya khusus karena kami ingin sebagaimana dalam UU disebutkan, surat suara mencantumkan foto untuk Presiden dan DPD agar masih bisa menyesuaikan dengan UU," kata Evi.
Sebab jika cara memilih di surat suara dengan menulis, kata dia, maka undang-undang (UU) Pemilu pun harus diubah karena dalam UU disebutkan dengan sangat spesifik bahwa memungut suara adalah dengan cara mencoblos.
Adapun yang membedakan Model 3 dengan Model 2 adalah surat suara DPD dengan pemilihan DPR, DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota serta letak partai politik tidak dalam 1 kolom tingkatan dengan DPR dan DPRD.
"Selanjutnya Model 4, penggabungan 5 jenis pemilihan dalam satu surat suara. Perbedaannya, dalam surat suara, foto DPD bisa dicantumkan tapi ada keterbatasan. Kami rancang bisanya hanya 20 foto," kata dia.
Padahal di daerah, jumlah calon anggota DPD berbeda-beda bahkan ada yang hingga 40 orang.
Baca juga: KPU Raih Opini Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK atas Laporan Keuangan 2020
Sementara, kata dia, tata cara pemilihan Model 4 adalah dengan mengunakan pencoblosan.
"Jadi semua nama, nomor calon legislatif dicantumkan dalam surat suara, makanya surat suaranya jadi besar. Panjangnya 59,4 cm. Hanya kolom untuk mencoblosnya kelihatan kecil, jadi rapat antara satu calon dengan yang lain," kata dia.
Pada Model 5, jelas Evi, surat suara DPD dengan calon presiden dan calon legislatif terpisah sehingga terdapat dua lembar surat suara.
Hal tersebut dilakukan supaya bisa memberikan ruang yang banyak bagi calon DPD lebih dari 20 orang.
Metode yang digunakan dalam model ini adalah pencoblosan karena ukuran surat suara yang juga besar.
Sementara itu pada Model 6, metode pemilihan yang digunakan adalah mencontreng.
"Jadi kami siapkan metode mencontreng dengan pemisahan surat suara DPD. Kami memberikan khusus untuk DPD supaya bisa dapat ruang lebih bagi calonnya," kata dia.
Baca juga: Diskualifikasi Satu Paslon, MK Perintahkan KPU Gelar PSU Pilkada Yalimo Lagi
Lebih lanjut, Evi mengatakan, dari beberapa model yang disiapkan, pihaknya menyadari hal tersebut dapat memberikan konsekuensi terhadap perubahan UU.
Sebab, pemberian suara dengan cara tidak dicoblos. Dengan demikian, maka perubahan UU Nomor 7 Tahun 2017 pada Pasal 353 dan 386 pun harus dilakukan.
Evi mengatakan, dari kajian-kajian tersebut nantinya pihaknya juga akan menyampaikannya kepada pembuat UU.
Pihaknya akan merumuskan kembali kajian tersebut apabila diterima dan dibahas oleh pembuat UU.
"Kami harap apa yang dilakukan dapat jalannya untuk bisa diterapkan di Pemilu 2024," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.