Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Simulasikan 6 Model Surat Suara untuk Pemilu 2024

Kompas.com - 01/08/2021, 13:19 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat ini memiliki 6 model untuk menyederhanakan surat suara untuk pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Simulasi ke-6 model surat suara tersebut telah dilakukan di internal KPU dengan menyiapkan 6 TPS serta enam varian surat suara itu.

Anggota KPU Evi Novida Ginting mengatakan, pihaknya telah melakukan kajian penelitian tentang penyederhanaan surat suara.

"Yang dilakukan pertama adalah simulasi secara internal. Saat simulasi, kami lakukan survei kecil yang diharapkan bisa menjadi langkah ke depan untuk melakukan simulasi berikutnya," kata Evi di acara diskusi bertajuk "Menyederhanakan Surat Suara" yang digelar Perludem secara daring, Minggu (1/8/2021).

Evi menjelaskan, untuk Model 1 surat suara adalah dengan menggabungkan 5 jenis pemilihan dalam satu surat suara, yakni Pemilihan Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dalam satu surat suara.

Dengan demikian, kata dia, maka surat suara pun cukup satu lembar, tidak lima lembar seperti sebelumnya.

Baca juga: KPU Tetapkan Pasangan Calon Petahana Jadi Bupati Sabu Raijua

"Tata cara pemberian suaranya dengan menuliskan nomor urut pada kolom yang disediakan. Jadi disiapkan kolomnya, kemudian gambar dan nomor urut partai di atas dan berurutan dari tingkat pemilihannya, DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota," kata Evi.

Evi mengatakan, KPU menyiapkan daftar calon presiden di luar TPS, yakni di papan pengumuman. Sedangkan daftar para calon legislatif dan DPD ditempel di bilik suara.

Dalam surat suara model ini, kata dia, foto para calon anggota DPD tidak dicantumkan.

Selanjutnya Model 2, yakni penggabungan 5 jenis pemilihan dalam satu surat suara.

Perbedaan dengan Model 1 berupa susunan partai politik dan jenis pemilihannya.

"Kalau tadi (Model 1) dalam satu kolom terbagi 3 tingkatan, kalau ini bentuknya landscape dan dipisahkan daftar DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota jadi terpisah masing-masing tingkatan dengan partai politiknya," terang Evi.

Sama halnya dengan Model 1, daftar calon presiden pada model ini juga ditempel di papan pengumuman dan legislatif serta DPRD di dalam bilik suara.

Baca juga: Ingin Jadi Komisioner KPU, 2 PNS Ajukan Uji Materi UU Pemilu ke MK

Cara memilihnya pun dengan menulis nomor urut calon di dalam kolom yang disediakan di surat suara.

Sementara Model 3, kata Evi, surat suara DPD dengan DPR, DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota dan Presiden dipisahkan.

"Jadi DPD surat suaranya khusus karena kami ingin sebagaimana dalam UU disebutkan, surat suara mencantumkan foto untuk Presiden dan DPD agar masih bisa menyesuaikan dengan UU," kata Evi.

Sebab jika cara memilih di surat suara dengan menulis, kata dia, maka undang-undang (UU) Pemilu pun harus diubah karena dalam UU disebutkan dengan sangat spesifik bahwa memungut suara adalah dengan cara mencoblos.

Adapun yang membedakan Model 3 dengan Model 2 adalah surat suara DPD dengan pemilihan DPR, DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota serta letak partai politik tidak dalam 1 kolom tingkatan dengan DPR dan DPRD.

"Selanjutnya Model 4, penggabungan 5 jenis pemilihan dalam satu surat suara. Perbedaannya, dalam surat suara, foto DPD bisa dicantumkan tapi ada keterbatasan. Kami rancang bisanya hanya 20 foto," kata dia.

Padahal di daerah, jumlah calon anggota DPD berbeda-beda bahkan ada yang hingga 40 orang.

Baca juga: KPU Raih Opini Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK atas Laporan Keuangan 2020

Sementara, kata dia, tata cara pemilihan Model 4 adalah dengan mengunakan pencoblosan.

"Jadi semua nama, nomor calon legislatif dicantumkan dalam surat suara, makanya surat suaranya jadi besar. Panjangnya 59,4 cm. Hanya kolom untuk mencoblosnya kelihatan kecil, jadi rapat antara satu calon dengan yang lain," kata dia.

Pada Model 5, jelas Evi, surat suara DPD dengan calon presiden dan calon legislatif terpisah sehingga terdapat dua lembar surat suara.

Hal tersebut dilakukan supaya bisa memberikan ruang yang banyak bagi calon DPD lebih dari 20 orang.

Metode yang digunakan dalam model ini adalah pencoblosan karena ukuran surat suara yang juga besar.

Sementara itu pada Model 6, metode pemilihan yang digunakan adalah mencontreng.

"Jadi kami siapkan metode mencontreng dengan pemisahan surat suara DPD. Kami memberikan khusus untuk DPD supaya bisa dapat ruang lebih bagi calonnya," kata dia.

Baca juga: Diskualifikasi Satu Paslon, MK Perintahkan KPU Gelar PSU Pilkada Yalimo Lagi

Lebih lanjut, Evi mengatakan, dari beberapa model yang disiapkan, pihaknya menyadari hal tersebut dapat memberikan konsekuensi terhadap perubahan UU.

Sebab, pemberian suara dengan cara tidak dicoblos. Dengan demikian, maka perubahan UU Nomor 7 Tahun 2017 pada Pasal 353 dan 386 pun harus dilakukan.

Evi mengatakan, dari kajian-kajian tersebut nantinya pihaknya juga akan menyampaikannya kepada pembuat UU.

Pihaknya akan merumuskan kembali kajian tersebut apabila diterima dan dibahas oleh pembuat UU.

"Kami harap apa yang dilakukan dapat jalannya untuk bisa diterapkan di Pemilu 2024," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com