Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Safenet: Tak Seharusnya Moeldoko Ambil Langkah Hukum terhadap ICW

Kompas.com - 31/07/2021, 16:29 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet), Damar Juniarto mengatakan, langkah Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko dalam merespons hasil penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW) seputar ivermectin dengan menggunakan jalur hukum terlalu berlebihan.

Menurut dia, tak seharusnya Moeldoko sebagai pejabat publik menempuh jalur hukum jika ICW tak dapat membuktikan hasil penelitian tersebut.

"Tidak seharusnya pejabat publik setingkat Kepala KSP merespons hasil penelitian ICW seputar Ivermectin dengan langkah hukum," kata Damar kepada Kompas.com, Sabtu (31/7/2021).

Baca juga: Akan Polisikan ICW Pakai UU ITE Dinilai Langgengkan Praktik Kriminalisasi, Moeldoko Disarankan Pakai UU Pers

Ia menjelaskan, hasil penelitian ICW itu seharusnya diartikan sebagai bukti partisipasi masyarakat dalam pengawasan tingkah laku elite dari perilaku koruptif.

Terlebih, menurutnya potensi perilaku koruptif di masa pandemi perlu diawasi. Ia mengingatkan bahwa kepentingan orang banyak akan kesehatan haruslah menjadi yang utama daripada kepentingan segelintir orang dalam upaya mengambil untung atau rente.

Untuk itu, saran Damar, jika Moeldoko keberatan dengan hasil penelitian yang menyudutkan dirinya, maka bisa dilakukan dengan cara klarifikasi ke publik.

"Bila keberatan dengan hasil penelitian tersebut, bisa dilakukan klarifikasi dengan bantahan keterlibatan dirinya dalam kampanye Ivermectin sebagai obat Covid-19," ujarnya.

"Klarifikasi ini bisa dipaparkan ke publik dan dijadikan bahan pertimbangan bagi media dan publik untuk menilai," sambung dia.

Penilaian berikutnya dari Safenet, Moeldoko berlebihan jika mengategorikan hasil penelitian ICW sebagai upaya pencemaran nama baik atau fitnah.

Ia menilai, hal tersebut berlebihan baik jika dikaitkan dengna Pasal 310-311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ataupun Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

"Baru dapat dikatakan sebagai pencemaran nama atau fitnah apabila tidak ada bukti atau fakta. Sedangkan ICW justru mendasarkan pendapatnya pada temuan-temuan yang berbasis fakta," jelasnya.

Tak sepakat dengan sikap Moeldoko, menurut Damar, apa yang dikerjakan oleh ICW dalam penelitiannya justru bagian dari kepentingan umum guna mendapatkan informasi mutakhir terkait persoalan Covid-19.

Lebih lanjut, Damar berpandangan, Moeldoko dinilai gagal menunjukkan komitmen untuk menjaga demokrasi jika tetap kekeuh menempuh jalur hukum terhadap ICW.

Baca juga: Moeldoko Dinilai Tak Perlu Ancam Pidana ICW

Ia pun mengaitkan hal tersebut dengan komitmen pemerintah yang akan merevisi pasal-pasal bermasalah dalam UU ITE.

"Moeldoko yang mengancam akan melakukan upaya hukum pada ICW gagal menunjukkan komitmen menjaga demokrasi, di mana seharusnya praktik penggunaan pasal bermasalah UU ITE dikurangi. Tetapi malah digunakan untuk memberangus suara atau pendapat yang muncul," tutur Damar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com