JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, banyak pihak yang mengkritisi bantuan sosial (bansos) pemerintah yang dikorupsi. Menurut Mahfud, kondisi seperti itu merupakan musibah.
Mahfud menyampaikan hal itu saat memberikan materi dalam acara Silaturrahim Virtual Menko Polhukam dengang Alim Ulama, Pengasuh Ponpes, Pimpinan Ormas Lintas Agama, dan Forkopimda se-Jawa Tengah, Sabtu (31/7/2021).
"Memang ada problem yang sering saya ceritakan. Problemnya tidak mudah. Misalnya selalu ada kritik bansos pemerintah itu dikorupsi. Iya itu musibah dan itu sudah diselesaikan secara hukum," ujar Mahfud.
Baca juga: Kejari Kota Tangerang Bakal Periksa Seluruh Penerima Bansos dari Kemensos
Lebih lanjut, Mahfud mengungkapkan, ada pula persoalan lain, yakni bansos yang sulit sampai ke masyarakat. Mahfud mengungkapkan, penyebabnya karena masalah administrasi.
"Masalahnya administrasinya apa? Di berbagai daerah itu kadang orang takut mengeluarkan data karena nanti dikorupsikan (dijadikan kasus korupsi) jika prosesnya dianggap tak memenuhi sesuai standar yang ditentukan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau Kementerian Keuangan," tutur Mahfud.
"Jadi ada aturannya mengeluarkan uang itu banyak yang takut juga. Nanti saya keluarkan, saya kasih orang lalu nanti dianggap prosesnya salah, kemudian dianggap korupsi," lanjutnya.
Selain itu, ada pula persoalan geografis, yakni sasaran bansos tinggal di tempat sangat jauh dan sulit dijangkau dalam waktu tertentu.
Untuk mengatasinya, Presiden Joko Widodo telah menerapkan kebijakan penyaluran bansos menggunakan rekening.
Selain memudahkan penyaluran, penyaluran lewat rekening juga mencegah potensi bansos dikorupsi.
Baca juga: Komisi VIII: Akar Persoalan Penyelewengan Bansos adalah Data Bermasalah
"Tetapi orang desa ternyata banyak yang tidak tahu rekening itu apa. Banyak yang tidak memiliki rekening. Apabila menunjuk keluarga yang punya rekening kami takut juga mereka ini siapa apakah benar mewakili keluarganya dan lain-lain. Sehingga ini juga jadi persoalan," tutur Mahfud.
Menurut Mahfud, kondisi seperti ini sebenarnya sudah lama terjadi. Hanya saja, di saat pandemi Covid-19 efeknya sangat terasa.
"Sehingga kalau diambil hikmah salah satunya dari Covid-19 ini adalah soal data administrasi kependudukan," tambahnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.