Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelibatan Orang Asli Papua dalam Penyusunan RUU Otsus Papua Dinilai Tak Memadai

Kompas.com - 15/07/2021, 20:06 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com – Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat dinilai belum memberikan jaminan perlindungan bagi orang asli Papua.

Menurut Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid, pelibatan masyarakat Papua dalam penyusunan RUU tidak memadai.

Seharusnya, kata Usman, pemerintah melibatkan masyarakat Papua dalam perancangan maupun pelaksanaan otonomi khusus.

"Sebelum itu terjadi, pengesahan RUU itu sebaiknya ditunda," ujar Usman, dikutip dari siaran pers, Kamis (15/7/2021).

Baca juga: Disahkan DPR, Berikut 7 Poin Penting Perubahan Kedua UU Otsus Papua

Usman menjelaskan, peraturan sebelumnya, yakni UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Provinsi Papua, memuat banyak pasal yang melindungi hak orang asli Papua.

Namun, Usman menilai, pemerintah tidak serius dalam pelaksanaannya. Bahkan, ia mengatakan, pelanggaran hak di Papua cenderung terjadi dalam 20 tahun belakangan ini.

"Kini, kebijakan otonomi khusus itu ditolak, terlebih karena tanpa konsultasi yang memadai dari orang asli Papua," ucap Usman.

Usman menjelaskan, UU Otsus Papua yang pertama kali disahkan pada 2001 bertujuan untuk memberikan orang Papua lebih banyak ruang dalam mengatur diri mereka sendiri.

Salah satu fokus utama dari undang-undang tersebut adalah tentang perlindungan hak-hak orang asli Papua, yakni masyarakat adat. Istilah “masyarakat adat” dan “masyarakat hukum adat” muncul 62 kali dalam teks undang-undang tersebut.

Dalam praktiknya, kata Usman, perlindungan itu tidak berjalan. Pengelolaan sumber daya alam seringkali diabaikan oleh peraturan yang bertentangan.

Hal ini dapat dilihat dengan berlanjutnya deforestasi di wilayah tersebut.

Usman mengutip data Forest Watch Indonesia, pada 2000 dan 2009 laju deforestasi di Papua sekitar 60.300 hektare per tahun. Kemudian, antara 2013 hingga 2017, angka ini meningkat lebih dari tiga kali lipat menjadi 189.300 hektare per tahun.

"Implementasi undang-undang yang tidak konsisten telah mengakibatkan ketidakpuasan yang meluas terhadap otonomi khusus, yang menyebabkan sejumlah protes di Papua dan daerah lain merebak di Indonesia selama setahun terakhir," kata Usman.

Baca juga: RUU Otsus Papua Disahkan, Mendagri Sebut Pemerintah Akan Susun PP

 

Usman juga menyoroti substansi RUU Otsus Papua. Misalnya, Pasal 76 yang ia nilai melemahkan wewenang Majelis Rakyat Papua sebagai representasi kultural orang asli Papua.

Pada UU sebelumnya, pemekaran provinsi Papua dilakukan atas persetujuan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan DPRP dengan memperhatikan kesatuan sosial budaya, sumber daya manusia dan kemampuan ekonomi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com