JAKARTA, KOMPAS.com - Perjalanan Revisi Undang-Undang Otonomi Khusus Papua (RUU Otsus Papua) akan sampai ke tahapan Panitia Kerja (Panja) setelah disepakati melalui Panitia Khusus (Pansus) DPR.
Kesepakatan ini diputuskan dalam rapat Pansus DPR bersama Menteri Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kamis (24/6/2021).
Pada rapat tersebut, DPR dan pemerintah juga menyetujui Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Otsus Papua.
Baca juga: DIM RUU Otsus Papua Disetujui, DPR dan Pemerintah Bentuk Panja
Keputusan itu diambil setelah fraksi-fraksi telah menyampaikan beberapa tambahan DIM yang akan dibahas Panja.
Alhasil, pada rapat panja ke depan, DPR dan Pemerintah bakal membahas DIM yang telah disetujui tersebut.
Selain itu, pada rapat Pansus kemarin, ada sejumlah catatan yang diberikan Pansus untuk Panja ke depan.
Salah satunya, panja harus melibatkan sejumlah kementerian yang tidak cukup hanya Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, dan Kemenkumham. Maka ditetapkanlah sejumlah kementerian yang terlibat dan wajib hadir dalam rapat Panja nantinya.
Baca juga: Komnas HAM: UU Otsus Papua Harus Jadi Dasar Penghentian Kekerasan
DIM disetujui dan bentuk panja
Kesepakatan pertama yang dilalui Pansus DPR dan Pemerintah adalah menyetujui DIM RUU Otsus Papua.
Hal itu ditandai dengan ketukan palu yang dilakukan Ketua Pansus DPR Komarudin Watubun. Ia mengaku telah membaca semua DIM fraksi-fraksi yang banyak diusulkan.
"Saya sudah baca semua DIM fraksi-fraksi memang banyak diusulkan, tapi itu nanti diperdebatkan dalam Panja nanti. Dengan begitu saya sahkan dahulu untuk diserahkan DIM tambahan tadi," kata Komarudin, dalam Rapat Pansus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/6/2021).
Baca juga: Pansus Usulkan Pembahasan RUU Otsus Papua Tak Terbatas pada Dua Pasal
Kemudian, DPR juga menyetujui pembentukan panja untuk membahas DIM bersama pemerintah. Adapun pembahasan DIM RUU Otsus Papua itu direncanakan dimulai Juli 2021.
Usai disetujui, Pansus menyerahkan DIM kepada pemerintah yang diwakili oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Melibatkan sejumlah kementerian
Setelah menyetujui DIM dan membentuk panja, DPR dan pemerintah juga menyepakati adanya keterlibatan sejumlah kementerian dalam pembahasan di panja.
Usulan keterlibatan itu pertama disampaikan oleh anggota Pansusu DPR Agun Gunandjar yang mengatakan, pembahasan RUU Otsus Papua tak cukup diwakilkan oleh Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan dan Kementerian Hukum dan HAM.
"Karena ini kekhususan, sejumlah pertanyaan sudah diungkapkan, terutama dari DPD RI," kata Agun dalam rapat.
Baca juga: Menkeu dan Menkumham Tak Hadiri Rapat, Pansus Otsus Papua Minta Pemerintah Serius
Ia menuturkan, pembahasan dengan berbagai kementerian terkait perlu dilakukan agar undang-undang yang dihasilkan dapat bermanfaat bagi masyarakat Papua.
"Hal ini dalam rangka peningkatan ketertinggalan dari provinsi-provinsi yang lain," ucap dia.
Terkait dana Otsus, Agun meminta Menteri PPN/Bappenas hadir dalam rapat pembahasan dengan panja atau diwakilkan oleh pejabat setingkat dirjen.
"Terkait dana Otsus, kami minta mulai dari perencanaan, bagaimana pelaksanaannya, bagaimana pengawasannya, bagaimana pertanggungjawabannya itu betul-betul terukur dalam UU ini," ujar Agun.
Baca juga: 20 Tahun Otsus Papua, Mendagri: APBD Besar, tapi Tak Berdampak Signifikan untuk Masyarakat Asli
Kemudian, ia juga meminta agar wakil dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek), Kementerian Kesehatan dan Kementerian Infrastruktur juga dihadirkan dalam panja.
"Supaya dana otsus yang dicantumkan tersebut betul-betul tersinergi, tidak ada lagi tumpang tindih antar sektor satu dengan yang lain," kata dia.
Hal senada juga disampaikan anggota pansus lainnya yaitu Putra Nababan. Politisi PDI-P itu mengatakan ada banyak DIM yang harus dibahas secara detail dan khusus.
Maka, kehadiran kementerian/lembaga terkait juga diperlukan agar pembahasan RUU Otsus Papua lebih cepat selesai dan menyeluruh.
"Khususnya terkait dengan kesehatan, keuangan dan juga pendidikan. Jadi kalau kita tidak bicara soal detail, nanti di panja itu kalau hanya tiga kementerian, mungkin nanti jalannya panja akan lebih lambat. Kita maunya cepat," ujar dia.
Baca juga: PPATK Laporkan 80 Transaksi Mencurigakan Terkait APBD dan Dana Otsus Papua
Pasal 4 UU Otsus Papua
Sebelum rapat diakhiri, Ketua Pansus Komarudin Watubun mengingatkan satu hal yaitu tentang Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua.
Menurut dia, pasal tersebut adalah kunci untuk membahas revisi UU Otsus Papua. Untuk itu, DPR dan pemerintah sebagai pembahas UU tak boleh melupakan atau melanggar pasal tersebut.
Pasal itu terkait kewenangan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
"Saya baca ulang-ulang Otsus ini, meski dulu sudah membaca, saya baca ulang lagi. Ada satu kunci di UU Otsus itu pasal 4 tentang kewenangan. Yang selama ini dibicarakan terus, teman-teman dibilang, kami tidak perlu hanya soal uang, tapi juga soal kewenangan," kata Komarudin.
Baca juga: Ketua Pansus Nilai Kunci Pembahasan UU Otsus Papua Ada di Pasal tentang Kewenangan Pemprov
Ia berpandangan, selama UU Otsus berjalan, Pasal 4 tidak dapat dijabarkan dengan baik melalui peraturan yang ada.
Untuk itu, Komarudin meminta agar DPR dan Pemerintah tidak lagi mengulangi kesalahan yang sama dengan tidak menjabarkan Pasal 4 tersebut ke dalam peraturan.
Baca juga: MPR Harap Revisi UU Otsus Papua Beri Solusi Alternatif, Masyarakat Terima Manfaat
Evaluasi tahunan
Sementara itu, Wakil Ketua Pansus RUU Otsus Papua DPR RI Marthen Douw meminta ada evaluasi tahunan setelah revisi UU tersebut selesai dilakukan.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menilai, evaluasi harus dilakukan agar jalannya UU Otsus Papua ke depannya tidak berjalan kacau.
Marthen juga mengingatkan pemerintah agar mau belajar dari Provinsi Aceh yang dulu sempat ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Menurut dia, munculnya suara-suara di Papua yang ingin memisahkan diri dari NKRI juga harus dibahas dalam RUU Otsus Papua.
Ia menilai, situasi Aceh terdahulu serupa dengan situasi Papua di masa sekarang dengan adanya suara-suara tersebut.
"Sekarang yang terjadi di Papua kebanyakan memintanya ingin bebas dari NKRI itu karena apa kita tahu. Dan juga di sini, hal yang sama juga pernah dialami juga dengan Saudara kita di Aceh," kata Marthen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.