JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Netty Prasetiyani mendesak pemerintah berani mengambil skenario pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ketat atau lockdown di wilayah berzona merah.
Hal itu ditegaskannya untuk merespons keadaan situasi pandemi yang semakin meningkat dengan penambahan kasus baru Covid-19 pada Kamis (24/6/2021) sebanyak 20.574 orang.
"Pemerintah harus berani mengambil skenario PSBB ketat atau lockdown, terutama di daerah dengan zona merah. Pemerintah pusat harus bergerak cepat dan jangan melemparkan tanggung jawab kepada pemerintah daerah," kata Netty kepada Kompas.com, Kamis (24/6/2021).
Netty menyadari, pemerintah mengambil pilihan untuk menerapkan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro daripada PSBB atau lockdown.
Baca juga: Rekor 20.574 Kasus Covid-19 Sehari, Pemerintah Diminta Segera Terapkan PSBB atau Karantina Wilayah
Ia menilai, meski sama-sama mengatur soal pembatasan, antara PSBB dan PPKM mikro memiliki kadar dan ruang lingkup pembatasan yang jauh berbeda.
"Dampak psikologisnya terhadap masyarakat juga jauh berbeda. PSBB memiliki aturan yang lebih ketat, ruang lingkupnya juga lebih luas. Secara psikologis masyarakat lebih takut untuk melakukan mobilitas dan kampanye diam di rumah lebih berhasil," ujarnya.
Selain itu, PSBB juga dinilainya berhasil menurunkan penggunaan alat transportasi publik dan kunjungan ke pusat keramaian secara drastis.
Ia mencontohkan bagaimana kebijakan tersebut pernah diterapkan di DKI Jakarta yang terbukti menurunkan angka kasus positif Covid-19 secara signifikan.
"Sementara, dengan PPKM mikro, masyarakat cenderung lengah karena merasa tidak ada pembatasan ketat dari pemerintah untuk melakukan mobilitas. Pasar, mal, alat transportasi publik tetap penuh dan ramai," ungkap Netty.
Baca juga: Jokowi: Saya Menyambut Usulan PSBB dan Lockdown, tetapi PPKM Mikro Paling Tepat
Menguatkan argumennya agar pemerintah menerapkan PSBB atau lockdown, Netty berpandangan bahwa implementasi PPKM mikro justru sulit dilakukan.
Hal ini karena tidak mungkin mengawasi masyarakat satu per satu agar taat protokol kesehatan.
Sementara, kesiapan aparat pengawas secara kuantitas maupun kemampuan persuasif dalam menghadapi masyarakat juga dinilainya belum teruji.
"Alhasil, PPKM mikro sudah diterapkan lama di banyak tempat, namun kasus Covid-19 masih saja melonjak. Jadi, di mana letak keberhasilannya?," tanya Netty.
Baca juga: Beda antara PSBB, PPKM Jawa-Bali, dan PPKM Mikro
Lebih lanjut, ia mengingtakan pemerintah bahwa saat ini Indonesia tengah berhadapan dengan situasi pandemi yang semakin memburuk.
Hal itu dinilainya dari jumlah kasus yang terus melonjak, zona merah semakin banyak dan meluas.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.