Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bareskrim: Adelin Lis Terancam Pidana Keimigrasian karena Dugaan Pemalsuan Paspor

Kompas.com - 23/06/2021, 12:43 WIB
Tsarina Maharani,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi mengatakan, Adelin Lis terancam dijerat pidana keimigrasian karena diduga menggunakan paspor palsu. 

Adelin diduga memalsukan identitas diri untuk memperoleh paspor tersebut selama menjadi buronan.

Adelin merupakan terpidana kasus pembalakan liar yang buron selama 13 tahun. Ia tertangkap di Singapura karena menggunakan paspor palsu dengan nama lain, yaitu Hendro Leonardi.

"Semua substansi kedua perbuatan melawan hukum atau tindak pidana tersebut secara khusus telah diatur di dalam UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian," kata Andi Rian dalam keterangannya, Rabu (23/6/2021).

Baca juga: Kemenkumham Telusuri Keabsahan Data Diri Adelin lis

Ia menjelaskan, aturan itu tertuang dalam Pasal 126 huruf a dan c. Pasal 126 huruf a menyatakan, tiap orang yang dengan sengaja menggunakan paspor RI palsu untuk keluar-masuk wilayah RI, dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000.

Kemudian, Pasal 126 huruf c mengatakan, tiap orang yang dengan sengaja memberikan data yang tidak sah untuk memperoleh paspor RI bagi dirinya sendiri atau orang lain dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000.

Andi Rian mengatakan, penegakan hukum terhadap kasus ini menjadi kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Keimigrasian berdasarkan asas Lex Specialis derogat Legi Generali.

Ia pun mengungkapkan, penyidikan oleh PPNS Keimigrasian sudah dilakukan sejak pekan lalu dengan berkoordinasi intensif dengan Polri.

Baca juga: Imigrasi: Pengajuan Paspor Adelin Lis dengan Nama Hendro Leonardi Tahun 2008 Tak Terdeteksi

"Dalam pelaksanaan proses penyidikan, PPNS Keimigrasian berkoordinasi dengan penyidik Polri, termasuk diantaranya bantuan penyerahan barang bukti paspor RI asli tapi palsu yang masih diamankan oleh Kedutaan Besar RI cq Atpol/SLO Polri di Singapura," ujarnya.

Adelin merupakan terpidana dalam kasus pembalakan liar di hutan Mandailing Natal, Sumatera Utara yang buron sejak 2007. Mahkamah Agung memidana Adelin 10 tahun penjara serta membayar uang pengganti Rp 119,8 miliar dan dana reboisasi 2,938 juta dollar AS.

Ia tertangkap otoritas Imigrasi dan Pos Pemeriksaan (ICA) Singapura pada 28 Mei 2018 atas dugaan penggunaan paspor dengan identitas palsu.

Sistem data Imigrasi Singapura menemukan data yang sama untuk dua nama yang berbeda. Ia memalsukan paspor dengan menggunakan nama Hendro Leonardi.

Baca juga: Paspor Palsu Adelin Lis dan Ancaman Pidana UU Keimigrasian

Pengadilan Singapura baru menetapkan vonis terhadap Adelin setelah tiga tahun penangkapan, karena ICA baru menerima klarifikasi dari Ditjen Imigrasi pada Maret 2021 setelah empat kali bersurat.

Akhirnya, pada 9 Juni 2021, Pengadilan Singapura menjatuhi hukuman denda sebesar 14.000 Dolar Singapura, mengembalikan paspor atas nama Hendro Leonardi kepada pemerintah Indonesia, dan mendeportasinya kembali ke Indonesia. Adelin diterbangkan kembali ke Jakarta pada 19 Juni 2021.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com