Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Gratifikasi, Ini yang Diterima Jokowi dan Diserahkan ke KPK

Kompas.com - 25/05/2021, 12:26 WIB
Tatang Guritno,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

Pengertian tersebut terkandung dalam Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Adapun gratifikasi sendiri bisa dilaporkan dan tidak dilaporkan pada KPK.

Namun demikian, terdapat gratifikasi yang tidak boleh diterima, yaitu gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajiban pegawai negeri atau penyelenggara negara.

Baca juga: Mengenal Gratifikasi: Definisi, Dasar Hukum dan Tata Cara Pelaporannya

Sebagai kepala negara, Presiden Joko Widodo banyak menerima sejumlah barang atau gratifikasi dari berbagai pihak.

Berdasarkan catatan Kompas.com, berbagai pemberian tersebut selalu dilaporkan dan diserahkan Jokowi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Berikut beberapa gratifikasi menarik yang diterima oleh Jokowi sejak menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta hingga Presiden Indonesia:

1. Gitar bass dan piringan hitam dari Metallica

Personel band Metallica, Robert Trujilo memberikan sebuah hadiah berupa gitar bass dengan merk Ibanez untuk Jokowi yang saat itu masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2013.

Instrumen musik itu diterima Jokowi melalui promotor bernama Jonathan Liu yang saat itu menemui Jokowi di Balaikota DKI Jakarta.

Baca juga: Bas Metallica Jokowi Jadi Pajangan di Gedung KPK

Setelah mendapatkan bass itu Jokowi menyerahkannya ke KPK untuk dijadikan sebagai barang atau gratifikasi milik negara.

Selain gitar bass, Jokowi juga mendapatkan box set berisi album Metallica, Master Of Puppets bertanda tangan pentolan band itu, Lars Ulrich.

Box set itu diberikan oleh Perdana Menteri Kerajaan Denmark, Lars Lokke Rasmussen saat berkunjung ke Istana Kepresidenan Bogor pada 2017 lalu.

 

Baca juga: KPK Terima 86 Laporan Penerimaan Gratifikasi Hari Raya Idul Fitriasa

Gubernur DKI Jakarta Jokowi bersama pebalap MotoGP Jorge Lorenzo dan Valentino Rossi usai gowes bersama, Jumat (17/1/2014). Gubernur DKI Jakarta Jokowi bersama pebalap MotoGP Jorge Lorenzo dan Valentino Rossi usai gowes bersama, Jumat (17/1/2014).

2. Kacamata dari pebalap Jorge Lorenzo

Jokowi juga mendapatkan gratifikasi berupa kacamata merek Hawker dari pebalap Jorge Lorenzo.

Kacamata itu diberikan Lorenzo setelah keduanya bermain sepeda bersama pada medio 2014.

Beberapa hari berselang setelah kacamata itu diberikan, Jokowi langsung menyerahkannya ke KPK.

Ia mengaku tak mengetahui harga pasti dari kacamata pemberian Lorenzo tersebut. Namun dari bentuknya ia saat itu menduga harganya mencapai miliaran rupiah.

Baca juga: Jokowi Serahkan Kacamata Pemberian Lorenzo ke KPK

3. Dua kuda

Dalam kunjungannya ke Festival Sandalwood medio 2017, Jokowi menerima dua ekor kuda dari warga Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Barat.

Diketahui kemudian harga kedua kuda berusia 7 tahun itu adalah Rp 70 juta.

Kuda itu kemudian diserahkan Jokowi pada KPK dan dinyatakan sebagai milik negara.

4. Barang-barang seharga 8,7 miliar dari Raja Salman

Jokowi menerima banyak pemberian dari Raja Salman saat berkunjung ke Arab Saudi pada tahun 2019.

Diketahui terdapat 12 barang yang diberikan Raja Salman pada Jokowi dalam kunjungan tersebut.

Pada 15 Februari 2020, KPK menyerahkan barang gratifikasi itu ke Kementerian Keuangan senilai Rp 8,7 miliar.

Baca juga: KPK: Presiden Jokowi Laporkan Gratifikasi Rp 8,7 M dari Raja Salman

Adapun beberapa barang dari gratifikasi itu adalah satu buah kalung, satu buah gelang dan sepasang anting yang ditaksir terdiri dari emas 18 karat.

Kemudian satu buah cincin permata blue saphire 12,46 karat, sebuah pulpen berlian 17,57 karat dan tasbih berbahan batu mulia (berlian dan blue sapphire).

Setelah diserahkan pada KPK mekanisme selanjutnya seperti apa?

Mengacu pada Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terdapat serangkaian mekanisme setelah gratifikasi diserahkan ke KPK.

Dalam waktu maksimal 30 hari KPK harus segera menetapkan apakah gratifikasi tersebut dapat menjadi milik pribadi atau milik negara.

Pada proses penetapan status kepemilikan gratifikasi itu, KPK bisa melakukan pemanggilan pada penerima gratifikasi untuk mengumpulkan keterangan.

Setelah status gratifikasi ditetapkan, KPK wajib menyerahkan gratifikasi itu.

Jika ditetapkan menjadi milik penerima, maka akan dikembalikan. Namun jika lembaga antirasuah itu menetapkan gratifikasi menjadi milik negara maka akan diserahkan pada Kementerian Keuangan maksimal dalam waktu 7 hari kerja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com