SAYA cuma mengingatkan bahwa revisi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua mesti mendatangkan manfaat untuk peningkatan kualitas kesejahteraan rakyat Papua terutama orang asli. Sebab. tanpa itu revisi UU tidak bermakna.
Kunjungan Panitia Khusus (Pansus) Otsus DPR awal Mei 2021 menjaring dan menangkap aspirasi masyarakat merupakan mitigasi terkait dengan kelanjutan revisi UU 21/2001. Harapannya, revisi UU Otsus Papua diarahkan untuk memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat ( kesejahteraan, keadilan dan kesetaraan).
Baca juga: UU Otsus Akan Direvisi, Pemprov Papua Tekankan Lima Hal ini
Dari awal telah terjadi perbedaan pandangan dan kepentingan antara pemerintah pusat dan Papua tentang siapakah institusi yang otoritatif melakukan revisi UU ini. Inisiatif revisi UU Otsus berasal dari pemerintah pusat maka kualitas penyelenggaraan Otsus pasca-revisi menjadi tanggungjawab pusat. Betapa tidak.
Tanggungjawab pemerintah pusat
Belajar dari pengalaman empiris 20 tahun lalu, pusat tidak dapat melepas akuntabilitas dalam mendampingi, membimbing dan mengarahkan penyelenggaraan Otsus sesuai roh, spirit, semangat dan cita-cita dan tujuan dari UU ini.
Pusat tak dapat melepas begitu saja tanggungjawabnya sehingga Otsus berjalan tanpa arah, tanpa pendampingan dan tanpa bimbangan dari Jakarta.
Kalau pun ada pendampingan, bentuknya parsial dan hanya menurut tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) saja. Bahkan sengaja atau tidak telah membiarkan pelaksanaan Otsus berlangsung tanpa ada petunjuk pelaksana (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) yang dapat dijadikan pedoman dalam mengelola dan memanajemen suatu wilayah yang memiliki kekhususan (Pasal 18 B UUD 1945).
Baca juga: Mendagri: Otsus Papua Spiritnya Perbaiki Percepatan Pembangunan dan Kesejahteraan
Pemerintah pusat yang berinisiatif memulai langkah revisi maka bila terdapat kekisruhan kelak dalam perjalanan Otsus ke depan jangan menyalahkan daerah. Kata syair lagu dangdut, “kau yang memulai – kaulah yang mengakhiri”.
Bukan berarti dengan menggelontorkan dana puluhan triliunan rupiah setiap tahun anggaran, lalu menganggap pelaksanaan Otsus selesai. Tentu tidak.
Aspirasi masyarakat mesti diakomodir
Untuk itu dalam rangka revisi UU Otsus kali ini, agar Otsus yang dianggap merupakan win – win solusi masalah Papua dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, memiliki makna baik dari perspektif yuridis formal dan terutama pada level implementasinya, maka seyogianya setelah Pansus melakukan mitigasi menyerapkan aspirasi, pendapat, saran dan usulan dari masyarakat maupun para pemangku kepentingan wajib hukumnya dapat diakomodir dalam pasal maupun ayat dalam revisi UU Otsus.
Dua pasal yang menjadi “harga mati” dari pemerintah itu bukan merupakan pasal – pasal absolut, tetapi Pansus telah membuka pintu lebar – lebar kepada kelompok kelompok masyarakat sipil untuk memberikan masukan dan pendapatnya.
Baca juga: Ketua Pansus: Masyarakat Papua Ingin Otsus Dievaluasi Menyeluruh
Apalagi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dilibatkan dalam proses pembahasan revisi UU ini. Artinya, kesempatan ini patut dihargai dan dihormati untuk menambah atau memperluas akomodasi pasal-pasal perubahan yang baru dan hal ini sangat memungkinkan.
Justru menurut pendapat saya, dua pasal yang menjadi primadona dari pusat pun dapat ditinjau dalam pembahasan di Pansus. Asalkan kita pun memiliki argumentasi yang didukung oleh kajian akademik yang komperhensif dan holistik.
Dalam pembahasan revisi di Pansus pasti ada dinamika, diskusi, dialog, perdebatan yang mungkin alot, namun ada jalan keluar terbaik sehingga tercapai kesepakatan atau kompromi. Asalkan dengan argumentasi serta kajian yang memadai.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.