Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dissenting Opinion Wahiduddin Adams: UU KPK Nyata Ubah Postur hingga Fungsi KPK Secara Fundamental

Kompas.com - 04/05/2021, 16:33 WIB
Sania Mashabi,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim konstitusi Wahiduddin Adams menilai terjadi perubahan fundamental dalam instansi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan berlakunya Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Hal itu ia sampaikan dalam pernyataan perbedaan pendapat atau dissenting opinion dalam putusan uji formil UU KPK yang diajukan oleh eks pimpinan KPK Agus Rahardjo, Laode M Syarif, dan Saut Situmorang.

"Beberapa perubahan ketentuan mengenai KPK dalam UU a quo (UU KPK hasil revisi) secara nyata telah mengubah postur, struktur, arsitektur, dan fungsi KPK secara fundamental," kata Wahiduddin dalam sidang yang disiarkan secara daring, Selasa (4/5/2021).

Baca juga: Ini Pertimbangan MK Tolak Uji Formil UU KPK yang Diajukan Eks Pimpinan KPK

Wahiduddin menilai, perubahan itu tampak sengaja dilakukan dalam jangka waktu yang relatif singkat serta dilakukan pada momentum yang spesifik.

Adapun momentum yang ia maksud yakni ketika hasil pemilihan presiden dan pemilu legislatif tahun 2019 telah diketahui masyarakat luas.

Kemudian perubahan itu mendapat persetujuan bersama antara DPR dan presiden untuk disahkan menjadi UU hanya beberapa hari menjelang berakhirnya masa bakti anggota DPR periode 2014-2019.

"Dan beberapa minggu menjelang berakhirnya pemerintahan presiden Joko Widodo periode pertama," ujarnya.

Ia melanjutkan, suatu pembentukan UU yang dilakukan dalam jangka waktu yang relatif sangat singkat dan dilakukan pada momentum spesifik memang tidak secara langsung menyebabkan UU tersebut inkonstiusional dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Baca juga: MK Tolak Permohonan Uji Formil UU KPK yang Diajukan Eks Pimpinan KPK

Namun, waktu pembentukan UU KPK jelas berpengaruh secara signifikan terhadap sangat minimnya partisipasi masyarakat.

Minimnya masukan yang diberikan oleh masyarakat secara tulus dan berjenjang (bottom up) dan dari para supporting system baik dari sisi presiden maupun DPR.

Serta sangat minimnya kajian dampak analisis terhadap pihak khususnya lembaga yang akan melaksanakan ketentuan UU KPK itu sendiri.

"Selain itu tidak sinkronnya naskah akademik (yang cenderung berorientasi pada pembentukan sebuah UU perubahan KPK) dan RUU ( yang memang sejak awal ternyata telah berorentasi membentuk sebuah UU baru tentang KPK) juga menunjukkan bahwa dalam UU a quo telah terjadi disorientasi arah pengaturan mengenai kelembagaan KPK serta upaya pemberantasan tindak pidana korupsi," ungkapnya.

"Akumulasi dari berbagai kondisi tersebut menyebabkan rendahnya dan bahkan mengarah pada nihilnya jaminan inkonsistusional dalam pembentukan UU a quo," ucap dia.

Baca juga: MK Tolak Uji Formil UU KPK, Satu Hakim Konstitusi Memilih Dissenting Opinion

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menolak permohonan uji formil yang diajukan oleh Agus Rahardjo dan-kawan-kawan.

Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan secara daring, Selasa (4/5/2021).

"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com