Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Nilai Pemerintah Miliki Terlalu Banyak Hambatan dalam Penanganan Kasus BLBI

Kompas.com - 15/04/2021, 04:22 WIB
Irfan Kamil,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, hambatan yang dimiliki pemerintah dalam upaya penanganan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terlalu kompleks.

Hal itu dikatakan oleh Koordinator ICW Adnan Topan Husodo dalam acara Satu Meja The Forum bertajuk "Memburu Duit BLBI", Rabu (14/4/2021).

Salah satu hambatan internal pemerintah, kata dia, yakni penegak hukum yang tidak serius dengan isu antikorupsi dan integritasnya. 

"Kalau saya melihatnya begini, pemerintah dari sejak awal upaya penanganan perkara korupsi kasus BLBI ini kan terhambat selalu dengan berbagai macam komplikasi (misalnya) dari penegakan hukum yang dilakukan," ucap Adnan.

Baca juga: Formappi: Pembentukan Satgas BLBI adalah Pengakuan Pentingnya RUU Perampasan Aset

Selain itu, ia menyebut, hambatan lain dalam penanganan kasus BLBI tersebut adalah kedekatan para obligor BLBI dengan elite pemerintah.

"Dan juga kita tahu bahwa sebagian besar mereka-mereka yang menjadi obligor BLBI juga punya relasi dan hubungan yang cukup dekat dengan para elite pemerintah," kata dia.

Oleh karena itu, jalan yang ditempuh untuk menghadapi berbagai macam persoalan itu, kata Adnan yakni dengan langkah SP3 yang dikeluarkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Di sisi lain, ICW juga tidak yakin dengan langkah pemerintah yang membentuk Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI.

Menurut dia,  dalam Keputusan Presiden Nomor 6 tentang Satgas BLBI, waktu berlaku yang diberikan terlalu singkat.

Baca juga: Kejar Aset Obligor BLBI, Pemerintah Siapkan Upaya Penyanderaan Badan

"Nah jalan pragmatis yang kemudian diambil oleh pemerintah hari ini adalah dengan mengeluarkan Kepres nomor 6 tahun 2021 yang mana sebenarnya kalau kita lihat dari usia berlakunya Kepres ini juga sangat singkat sampai dengan 2023," kata Adnan.

"Saya tidak terlalu yakin dalam kurun waktu sekitar 2 tahun pemerintah sudah bisa me-recovery Rp 110 triliun dana yang dianggap hak yang masih bisa ditagih oleh pemerintah hari ini," ucap dia.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut utang BLBI kepada negara menembus Rp 109 triliun lebih.

Hal itu diketahui setelah Mahfud memanggil perwakilan dari Kementerian Keuangan dan Kejaksaan Agung (Kejagung).

Baca juga: KPK Buka Peluang Proses Kembali Kasus BLBI Sjamsul Nursalim

"Saya baru saja memanggil Dirjen Kekayaan Negara dan Jamdatun dari Kejaksaan Agung, tadi menghitung Rp 109 lebih, hampir Rp 110 triliun. Jadi bukan hanya Rp 108 triliun, tapi Rp 109 triliun lebih. Tapi dari itu yang masih realistis untuk ditagih itu berapa ini masih sangat perlu kehati-hatian," ujar Mahfud dalam keterangan video yang dirilis Kemenko Polhukam, Senin (12/4/2021).

Terkait kerja Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI, Mahfud memastikan bakal transparan.

Nantinya, Satgas melakukan pemanggilan terhadap nama-nama yang bersangkutan.

Selain itu, Satgas juga nantinya akan melakukan pengumuman terhadap uang yang sekiranya bisa langsung diambil negara.

"Kita nanti akan transparan ke masyarakat," kata Mahfud.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com