JAKARTA, KOMPAS.com – Pembentukan Satgas Penanganan Hak Tagih Negara dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dinilai merupakan salah satu pengakuan pemerintah pada pentingnya pengesahan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana.
Menurut Peneliti Formappi Lucius Karus, jika DPR mau segera membahas RUU Perampasan Aset Tindak Pidana pemerintah tak perlu repot-repot membentuk Satgas BLBI.
“Pembentukan Satgas untuk memburu aset BLBI hanyalah salah satu pengakuan (pemerintah) akan pentingnya RUU Perampasan Aset. Jika saja RUU Perampasan Aset mau dibahas dan disahkan secepatnya, maka pemerintah tak perlu repot-repot membentuk Satgas khusus untuk BLBI ini,” jelas Lucius pada Kompas.com, Rabu (14/4/2021).
Lucius menyebut, jika menggunakan UU tersendiri, pemerintah bisa merampas dan mengejar aset yang seharusnya menjadi milik negara yang masih dikuasai oleh pihak lain.
Baca juga: ICW: Komitmen Pemerintah dalam Pemberantasan Korupsi Tak Bisa Dipercaya
Ia juga mempertanyakan, kenapa pemerintah tidak menggunakan kewenangannya sebagai pengusul RUU Perampasan Aset Tindak Pidana dalam Prolegnas Prioritas 2021.
“Pemerintah ini tahu akan kebutuhan yang mendesak tetapi entah kenapa justru tak memanfaatkan kewenangan mereka sebagai pengusul dalam penentuan Prolegnas Prioritas untuk memastikan kebutuhan itu bisa segera dieksekusi dalam proses pembahasan RUU Prioritas,” ungkapnya.
Menurut Lucius, baik pemerintah dan DPR memiliki kelemahan yang sama yakni tidak membaca kebutuhan hukum prioritas bangsa.
Dalam pandangan Lucius DPR gagal menyadari kebutuhan akan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana sehingga tidak ada keinginan untuk menjadikan RUU tersebut sebagai salah satu RUU Proritas 2021.
Baca juga: Gagalnya Pengesahan RUU Perampasan Aset, Tunggakan Legislasi Sejak 2012
“Kegagalan mengupayakan pengesahan RUU Perampasan Aset ini adalah bukti lemahnya semangat pemberantasan korupsi, atau bukti bahwa kasus korupsi ini maish menjadi andalan elit untuk mendapatkan keuntungan,” tutur Lucius.
“Sehingga perampasan aset nampaknya justru akan menjadi alat pembunuh yang akan mengarah pada diri mereka sendiri,” sambungnya.
Lebih lanjut Lucius menegaskan bahwa tidak masuknya RUU Perampasan Aset Tindak Pidana pada Prolegnas Prioritas 2021 menunjukan bahwa ada kecenderungan dari pemerintah dan DPR untuk melemahkan semangat pemberantasan koruspi.
“Kecenderungan melemahkan semangat pemberantasan korupsi sudah mulai terlihat dalam revisi UU KPK dan karenanya jika RUU Perampasan Aset ini merupakan upaya memperkuat pemberantasan korupsi, maka saya kira ini pasti bukan pilihan prioritas bagi DPR dan pemerintah,” imbuh Lucius.
Baca juga: RUU Perampasan Aset Tak Masuk Prioritas, PPATK Tagih Janji Jokowi, dan Kerugian bagi Negara
Lucius menyebut bahwa kebutuhan untuk segera membahas dan mengesahkan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana dilakukan untuk kebutuhan bangsa dan rakyat.
“Kebutuhan RUU Perampasan Aset adalah kebutuhan bangsa dan rakyat, bukan kebutuhan elit kekuasaan,” pungkasnya.
Sebagai informasi RUU Perampasan Aset Tindak Pidana sudah didesakkan oleh sejumlah pihak sejak tahun 2012.
Pada periode DPR 2014-2019, RUU ini disebut hendak akan disahkan, namun hingga kini keputusan itu tak kunjung diambil oleh DPR.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.