Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Unit Kerja Presiden Terkait Pelanggaran HAM Berat Disebut untuk Pulihkan Hak Korban

Kompas.com - 09/04/2021, 08:14 WIB
Tatang Guritno,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pembentukan Unit Kerja Presiden untuk Penanganan Peristiwa Pelanggaran HAM Berat (UKP-PPHB) bertujuan untuk memulihkan hak korban.

Menurut Direktur Instrumen HAM, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Timbul Sinaga, fokus pembentukan unit kerja ini pada penanganan kasus pelanggaran HAM berat melalui mekanisme non-yudisial.

"Target kita adalah pemulihan, supaya mereka yang menjadi korban (pelanggaran HAM berat) bisa mendapatkan haknya," ujar Timbul dalam diskusi virtual yang diadakan Kontras, Kamis (6/4/2021).

Baca juga: LPSK Pertanyakan Tugas Unit Kerja Presiden Terkait Penanganan Pelanggaran HAM

Menurut Timbul, mekanisme yudisial atau melalui proses pengadilan tetap dapat dilakukan. Ia mengatakan, UKP-PPHB tidak menutup kemungkinan penyelesaian HAM berat melalui mekanisme tersebut.

"Kalau sudah pemulihan, bagaimana dengan (mekanisme) yudisialnya, ya silakan, kita tidak menutup itu, tapi target kita bagaimana (pemenuhan hak) korban, kasihan mereka," ungkapnya.

Timbul menuturkan, mekanisme yudisial dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat di Indonesia sulit dilakukan.

Baca juga: Utang yang Tak Kunjung Lunas: Pelanggaran HAM Berat pada Masa Lalu

Maka, upaya penyelesaian yang dilakukan pemerintah adalah dengan pemulihan hak korban pelanggaran HAM berat.

"Kita harus jujur, ketika (penyelesaian) yudisial itu sulit, buntu. Bagaimana cari pelaku peristiwa 1965, (sekarang) sudah tahun sekian," kata Timbul.

"Jadi tujuan kita apa dulu, bisa ini kita selesaikan dengan angkat hidup korban, memanusiakannya, hak dasarnya, kita penuhi HAM-nya," tutur dia.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, korban pelanggaran HAM berat dan ahli warisnya berhak memperoleh kompensasi, restitusi dan rehabilitasi.

Kemudian dalam PP nomor 2 Tahun 2002, pemberian ketiga hak itu dilakukan berdasarkan putusan Pengadilan HAM yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Baca juga: Pilpres 2019, Antiklimaks Perlindungan HAM

Adapun Kemenkumham sedang menyiapkan pembentukan UKP-PPHB untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat berdasarkan rekomendasi dari Komnas HAM.

Pembentukan UKP-PPHB saat ini sedang dalam proses pembuatan Rancangan Peraturan Presiden sebagai dasar hukum.

Berdasarkan data Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) masih ada 12 kasus pelanggaran HAM berat yang belum terselesaikan dan mendapatkan kepastian hukum.

Baca juga: Konflik dan Pelanggaran HAM, Catatan Kelam 20 Tahun Reformasi

Kasus-kasus tersebut adalah peristiwa tahun 1965, penembakan misterius tahun 1982-1985, Talangsari tahun 1989, Trisakti, Semanggi dan II yang terjadi tahun 1998 dan 1999.

Kemudian kerusuhan Mei 1998, penghilangan paksa 1997-1998, Wasior tahun 2001 dan Wamena 2003, pembunuhan dukun santet pada medio 1998.

Serta peristiwa simpang KAA yang terjadi tahun 1999, Jambu Keupok tahun 2003, Rumah Geudong 1998, dan peristiwa Paniai 2014.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com