Dalam penggerebekan itu, polisi mengamankan empat terduga teroris yakni A, AH, AG, dan BS.
Sigit menjelaskan, dari penggeledahan di lokasi, ditemukan barang bukti berupa lima bom sumbu aktif yang siap digunakan.
Kemudian, ada pula sejumlah toples besar berisi bahan kimia yang digunakan sebagai bahan peledak dengan total empat kilogram.
"Berisi aseton, kemudian H2O2, HCL, sulfur dan flash powder, serta termometer. Bahan-bahan ini akan diolah untuk menjadi bahan ledak, dan jumlahnya kurang lebih empat kilogram," papar Sigit.
Ada pula bahan peledak yang sudah jadi jenis TATP sejumlah 1,5 kilogram. Sigit mengatakan, keempat tersangka memiliki peran masing-masing.
"Ada yang membeli bahan, ada yang mengajarkan membuat bahan ledak, dan siap menggunakan bahan tersebut," ujarnya.
Baca juga: Geledah Terduga Teroris di Condet, Polisi Temukan Atribut dan Kartu Anggota FPI
Polisi masih mendalami ada atau tidaknya keterkaitan antara terduga teroris Condet-Bekasi dan pelaku bom bunuh diri di Makassar.
Deradikalisasi
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan, di masa pandemi, kegiatan kelompok teroris yang paling meningkat adalah radikalisasi dengan memanfaatkan media sosial.
Perekrutan dilakukan dengan kombinasi antara penawaran narasi melalui media sosial dan pertemuan tatap muka.
”Mereka tidak terasa masuk ke dalam sistem yang dibentuk, terutama oleh para senior,” kata Boy seperti dilansir dari Kompas.id.
Menurut dia, umumnya perekrutan terjadi di antara sel-sel yang telah terbentuk. Selain itu, target perekrutan juga kerap menyasar keluarga muda yang berusia di bawah 30 tahun karena dinilai lebih mudah dipengaruhi.
Pengajar FISIP Universitas Sebelas Maret, Aris Arif Mundayat, menyatakan, dengan masih intensnya pergerakan kelompok teroris di tengah pandemi, ditambah lagi ancaman teror yang kian nyata, tak ada jalan lain kecuali upaya pencegahan terorisme pun harus diintensifkan.
Baca juga: Memburu Terduga Teroris Pasca-Aksi Bom Bunuh Diri di Gereja Katedral Makassar
Selain pentingnya aparat kepolisian untuk terus menelusuri dan menindak mereka yang menjadi bagian dari jaringan teroris, menurut Aris, di masa pandemi Covid-19, aktivitas kelompok teror tetap eksis juga karena tafsir yang mengatasnamakan agama tetap ada.
Untuk mengatasinya, diperlukan proses deradikalisasi yang bertujuan memutus mata rantai melalui penguatan tafsir dari kelompok mayoritas, seperti organisasi Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
”Selain itu, pemerintah harus mengurangi masalah-masalah sosial, seperti ketimpangan ekonomi, sosial, kultur, dan politik, agar tafsir kelompok teroris tidak lagi relevan di masa kini,” kata Aris.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.