Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Respons Cepat Isu Jabatan Presiden 3 Periode, Kenapa Diam soal Moeldoko?

Kompas.com - 16/03/2021, 15:43 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tak butuh waktu lama bagi Presiden Joko Widodo angkat bicara soal isu perpanjangan masa jabatan presiden dari dua periode menjadi tiga periode.

Selang beberapa hari isu itu bergulir, Jokowi langsung menyampaikan bantahan. Ia mengaku tak berniat dan tak punya minat menjabat hingga tiga periode.

Berbeda dari isu masa jabatan, Jokowi masih diam dan tak merespons manuver Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko terkait kongres luar biasa (KLB) Partai Demokrat.

Padahal, banyak pihak mendesak agar Kepala Negara angkat bicara ihwal jabatan baru Moeldoko sebagai Ketua Umum Demokrat kubu kontra Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Namun, hampir dua minggu berselang, tak tampak tanda-tanda Jokowi hendak memberikan tanggapan atas manuver mantan Panglima TNI itu.

Mengenai hal ini, Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin memberikan alasan. Ia menyebutkan, ada perbedaan antara isu perpanjangan masa jabatan presiden dengan KLB Demokrat yang melibatkan Moeldoko.

Baca juga: Jokowi Buka Suara soal Tiga Periode, tetapi Bungkam atas Upaya Moeldoko Kuasai Demokrat

Menurut Ngabalin, isu masa jabatan presiden tiga periode yang diembuskan Amien Rais itu berkaitan dengan konstitusi negara.

"Karena dua hal yang berbeda. Kalau fitnah yang disebarkan oleh Amien Rais itu adalah bentuk daripada membenturkan presiden dengan urusan yang terkait dengan konstitusi UUD 1945," kata Ngabalin kepada Kompas.com, Selasa (16/3/2021).

Ia mengatakan, pada akhir tahun 2019, Jokowi telah angkat bicara terkait isu yang sama.

Jokowi menyampaikan keengganannya atas wacana masa jabatan presiden tiga periode. Bahkan, ia meminta supaya tak ada pihak yang menjerumuskan dirinya atas isu tersebut.

Sementara itu, KLB Demokrat merupakan persoalan internal partai. Meskipun melibatkan Kepala Staf Presiden, kata Ngabalin, persoalan itu menjadi urusan Moeldoko pribadi.

"Kalau masalah internal apa urusannya Presiden harus sampai ke sana? Masih banyak yang harus Presiden urus," ujarnya.

Ngabalin menegaskan bahwa manuver Moeldoko di Partai Demokrat merupakan keputusan pribadi. Tak ada komunikasi antara Moeldoko dan Presiden terkait hal ini.

Hal itu, kata Ngabalin, menjadi hak politik individu yang tak bisa diganggu gugat.

Baca juga: Isu Masa Jabatan Presiden 3 Periode, Jokowi: Jangan Buat Kegaduhan Baru

Hingga saat ini pun Presiden tak mempunyai wacana untuk mencampuri urusan Moeldoko. Ngabalin yakin mantan Panglima TNI itu bisa menyelesaikan urusan pribadinya.

"Bahwa nanti Presiden punya pandangan dan pikiran yang berbeda dengan apa yang saya sampaikan terkait dengan mengangkat dan memberhentikan pembantunya, itu tentu hak prerogatif Presiden," kata Ngabalin.

Ngabalin menambahkan, meski telah menyatakan diri sebagai Ketua Umum Demokrat kubu kontra-AHY, Moeldoko hingga saat ini masih menjalankan tugasnya seperti biasa sebagai Kepala Staf Presiden.

"Enggak ada urusannya terganggu. Ini urusan internal, urusan yang tidak bisa orang lain melakukan, ya memang mereka punya urusan-urusan, namanya juga orang berpolitik pribadi," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com