JAKARTA, KOMPAS.com - Tak butuh waktu lama bagi Presiden Joko Widodo angkat bicara soal isu perpanjangan masa jabatan presiden dari dua periode menjadi tiga periode.
Selang beberapa hari isu itu bergulir, Jokowi langsung menyampaikan bantahan. Ia mengaku tak berniat dan tak punya minat menjabat hingga tiga periode.
Berbeda dari isu masa jabatan, Jokowi masih diam dan tak merespons manuver Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko terkait kongres luar biasa (KLB) Partai Demokrat.
Padahal, banyak pihak mendesak agar Kepala Negara angkat bicara ihwal jabatan baru Moeldoko sebagai Ketua Umum Demokrat kubu kontra Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Namun, hampir dua minggu berselang, tak tampak tanda-tanda Jokowi hendak memberikan tanggapan atas manuver mantan Panglima TNI itu.
Mengenai hal ini, Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin memberikan alasan. Ia menyebutkan, ada perbedaan antara isu perpanjangan masa jabatan presiden dengan KLB Demokrat yang melibatkan Moeldoko.
Menurut Ngabalin, isu masa jabatan presiden tiga periode yang diembuskan Amien Rais itu berkaitan dengan konstitusi negara.
"Karena dua hal yang berbeda. Kalau fitnah yang disebarkan oleh Amien Rais itu adalah bentuk daripada membenturkan presiden dengan urusan yang terkait dengan konstitusi UUD 1945," kata Ngabalin kepada Kompas.com, Selasa (16/3/2021).
Ia mengatakan, pada akhir tahun 2019, Jokowi telah angkat bicara terkait isu yang sama.
Jokowi menyampaikan keengganannya atas wacana masa jabatan presiden tiga periode. Bahkan, ia meminta supaya tak ada pihak yang menjerumuskan dirinya atas isu tersebut.
Sementara itu, KLB Demokrat merupakan persoalan internal partai. Meskipun melibatkan Kepala Staf Presiden, kata Ngabalin, persoalan itu menjadi urusan Moeldoko pribadi.
"Kalau masalah internal apa urusannya Presiden harus sampai ke sana? Masih banyak yang harus Presiden urus," ujarnya.
Ngabalin menegaskan bahwa manuver Moeldoko di Partai Demokrat merupakan keputusan pribadi. Tak ada komunikasi antara Moeldoko dan Presiden terkait hal ini.
Hal itu, kata Ngabalin, menjadi hak politik individu yang tak bisa diganggu gugat.
Hingga saat ini pun Presiden tak mempunyai wacana untuk mencampuri urusan Moeldoko. Ngabalin yakin mantan Panglima TNI itu bisa menyelesaikan urusan pribadinya.
"Bahwa nanti Presiden punya pandangan dan pikiran yang berbeda dengan apa yang saya sampaikan terkait dengan mengangkat dan memberhentikan pembantunya, itu tentu hak prerogatif Presiden," kata Ngabalin.
Ngabalin menambahkan, meski telah menyatakan diri sebagai Ketua Umum Demokrat kubu kontra-AHY, Moeldoko hingga saat ini masih menjalankan tugasnya seperti biasa sebagai Kepala Staf Presiden.
"Enggak ada urusannya terganggu. Ini urusan internal, urusan yang tidak bisa orang lain melakukan, ya memang mereka punya urusan-urusan, namanya juga orang berpolitik pribadi," kata dia.
https://nasional.kompas.com/read/2021/03/16/15431651/jokowi-respons-cepat-isu-jabatan-presiden-3-periode-kenapa-diam-soal